Maluku, Jurnalinvestigasi.com – Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pendamping Masyarakat dan Desa Nusantara (DPP APMDN) menyoroti kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap ribuan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pendamping Masyarakat Dan Desa Nusantara (DPP APMDN), Sukoyo kepada Jurnalinvestigasi.com dalam Press Release menjelaskan, Keputusan ini dinilai merugikan banyak pihak, khususnya para pendamping desa yang telah mengabdikan diri dalam pembangunan pedesaan.
PHK Tanpa Alasan Jelas dan Bertentangan dengan Regulasi
Sekitar 2.000 TPP diberhentikan per 31 Desember 2024 tanpa alasan yang jelas, meskipun mereka memenuhi syarat perpanjangan kontrak sesuai Keputusan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Nomor 143 Tahun 2022 serta Surat Kepala BPSDM Nomor 680/SDM.00.03/XII/2024.
Para pendamping yang diberhentikan telah memiliki nilai evaluasi kinerja minimal B, mengajukan permohonan perpanjangan kontrak, dan menyertakan daftar riwayat hidup. Regulasi mengatur bahwa perpanjangan kontrak dilakukan melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa oleh PPBJ dengan mempertimbangkan hasil evaluasi sebelumnya.
Persyaratan Tambahan Dinilai Melanggar Aturan
Selain PHK sepihak, Kemendesa PDTT menerapkan persyaratan tambahan bagi TPP dalam SK Kepala BPSDM Tahun 2025.
Mereka diwajibkan menandatangani surat pernyataan yang mencakup ketentuan bahwa mereka tidak pernah melanggar UU Pemilu, bersedia diberhentikan sepihak jika mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tanpa mengundurkan diri sebagai TPP, serta bersedia mengembalikan kerugian negara jika ada temuan yang merugikan keuangan negara.
Ketentuan ini bertentangan dengan Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2023 dan Keputusan Menteri Desa No. 143 Tahun 2022, yang tidak mengatur bahwa TPP harus diberhentikan jika mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Berdasarkan Surat KPU RI Nomor 582/PL.01.4-SD/05/2023 dan Surat Kemendesa PDTT Nomor 1261/HKM.10/VI/2023, pekerjaan sebagai TPP tidak menghalangi seseorang untuk maju sebagai calon anggota DPR, DPD, atau DPRD. Dengan kebijakan baru ini, sebanyak 1.077 TPP yang terpilih sebagai anggota legislatif dalam Pemilu 2024 berpotensi mengalami PHK massal.
DPP APMDN Minta DPR dan Ombudsman Bertindak
DPP APMDN telah mengajukan surat kepada Komisi V DPR RI, Ombudsman RI, dan Kantor Staf Presiden (KSP) untuk segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Mereka mendesak Komisi V DPR RI dan Ombudsman RI memanggil Menteri Desa dan PDT untuk memberikan penjelasan serta pertanggungjawaban atas kebijakan pengelolaan TPP.
Selain itu, mereka meminta agar mekanisme perpanjangan kontrak kerja TPP Tahun 2025 dikembalikan sesuai regulasi yang berlaku serta dilakukan audit forensik terhadap aplikasi perpanjangan kontrak TPP 2024 guna memastikan seleksi berlangsung transparan dan adil.
DPP APMDN juga menyatakan kesiapan untuk hadir dalam pertemuan dengan Komisi V DPR RI dan Ombudsman RI guna memberikan keterangan lebih lanjut.
Mereka berharap ada langkah konkret dari pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan ini secara adil dan transparan demi kesejahteraan tenaga pendamping yang berperan penting dalam pembangunan desa. (Nik Besitimur)