Penulis : Henrikus Serin, SH (Ketua DPC HANURA Kepulauan Tanimbar)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Kabupaten Kepulauan Tanimbar menjadi cerminan dari dinamika politik yang sarat dengan kontroversi dan dugaan pelanggaran. Alih-alih menjadi pesta demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan dan kehendak rakyat, proses pemilihan di daerah ini justru dirundung dengan berbagai skandal yang mengancam legitimasi hasil pemilu. Dalam konteks ini, pemilu bukan sekadar ajang memilih pemimpin, tetapi juga pertarungan moralitas, di mana suara rakyat kerap dikhianati demi kepentingan segelintir elite politik.
Pemilu seharusnya menjadi wujud kepercayaan rakyat terhadap sistem politik yang demokratis. Namun, ketika kecurangan dan ketidakadilan merajalela, rakyat merasa dikhianati. Lebih dari sekadar manipulasi angka suara, peristiwa ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap iman dan keyakinan rakyat akan kejujuran dan transparansi dalam demokrasi. Kepercayaan masyarakat kepada sistem pemerintahan yang bersih semakin terkikis, dan harapan akan pemimpin yang benar-benar peduli terhadap kesejahteraan rakyat menjadi semakin pudar.
Untuk mengembalikan kepercayaan rakyat, perlu adanya reformasi sistem pemilihan yang lebih transparan dan akuntabel. KPU dan Bawaslu harus menjalankan tugasnya dengan independen dan tegas dalam menangani pelanggaran. Selain itu, masyarakat perlu lebih kritis dan aktif dalam mengawal jalannya demokrasi agar suara mereka tidak lagi dikhianati oleh kepentingan politik sesaat.
Pemilukada Serentak 2024 di Kabupaten Kepulauan Tanimbar harus menjadi pelajaran bagi bangsa ini bahwa demokrasi sejati bukan sekadar perhitungan suara, tetapi juga soal menjaga kepercayaan rakyat terhadap sistem yang adil dan jujur. Jika praktik kecurangan terus dibiarkan, maka bukan hanya hasil pemilu yang dipertaruhkan, tetapi juga masa depan demokrasi Indonesia.
Politik sejatinya adalah arena di mana strategi, integritas, dan ketulusan diuji. Dalam kompetisi politik yang sehat, kemenangan adalah hasil dari keunggulan strategi dan kualitas kepemimpinan. Seorang pemenang yang sejati adalah mereka yang meraih kemenangan dengan cara yang terhormat, yang layak mendapat pengakuan dan pujian atas kecakapannya. Namun, bagaimana jika kemenangan itu diperoleh melalui cara-cara yang tidak terhormat? Jika kemenangan adalah hasil dari praktik politik transaksional yang mengorbankan nilai dan moralitas, apakah masih ada kebanggaan di dalamnya? Ataukah justru ini menjadi tanda bahwa demokrasi kita telah dirusak oleh ambisi yang tidak berprinsip?
Fenomena politik saat ini memperlihatkan bagaimana politik tidak lagi sekadar kontestasi gagasan dan visi, melainkan telah menjelma menjadi panggung transaksi kepentingan. Ketika kemenangan diraih dengan mengorbankan prinsip dan nilai-nilai luhur, maka yang muncul bukanlah kebanggaan, melainkan ironi. Layakkah kemenangan semacam ini dirayakan? Layakkah mereka yang meraihnya mendapatkan penghormatan? Jika kemenangan tersebut diperoleh dengan menodai prinsip demokrasi, maka kita patut mempertanyakan legitimasi kemenangan itu sendiri.
Lebih ironis lagi, praktik politik yang menjual diri demi kekuasaan semakin terang-terangan dilakukan. Apa yang dulu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kini menjadi tontonan tanpa malu. Bahkan, ketika dihadapkan pada pertanyaan moral, pembenaran yang sering terdengar adalah, "Ini politik, Bro!" Sebuah kalimat yang seolah-olah meniadakan etika dan tanggung jawab dalam berpolitik.
Padahal, politik sejatinya adalah alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat, bukan alat untuk menumpuk kekayaan dan mempertahankan dinasti kekuasaan. Sayangnya, politik hari ini telah menjadi panggung sandiwara dimana aktor-aktornya dengan lihai memainkan peran mereka dalam menjual moralitas demi kepentingan pribadi.
Namun, apakah kita masih percaya bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi, Vox Dei)? Jika suara rakyat adalah representasi kehendak Tuhan, mengapa ada upaya untuk menceraikannya? Mengapa proses politik yang seharusnya bersih, justru dikotori oleh praktik-praktik yang tidak bermoral? Tidak ada bedanya dengan seorang pemuda yang menghamili kekasihnya dan kemudian dengan enteng mengatakan akan bertanggung jawab. Padahal, tanggung jawab sejati bukanlah sekadar menanggung akibat, tetapi menjaga kesucian dan kehormatan sejak awal. Begitu pula dalam politik, tanggung jawab bukan hanya sekadar menang, tetapi memastikan bahwa kemenangan itu diraih dengan cara yang benar. Sebab kemenangan yang diraih dengan mengkhianati amanah rakyat, hanya akan membawa kehancuran di kemudian hari.
Lebih menyedihkan lagi, para "mucikari politik" bermunculan, memainkan peran untuk mengamankan kepentingan dan memastikan kemenangan mereka yang telah menjual prinsip demi kekuasaan. Mereka berkamuflase sebagai pemimpin rakyat, tetapi sejatinya adalah perampok demokrasi yang menggerogoti hak-hak rakyat sedikit demi sedikit. Mereka menyusun skenario, merekayasa opini, dan mengorbankan etika demi mengamankan kepentingan segelintir elit. Namun, apakah kemenangan yang diperoleh dengan cara demikian akan bertahan lama? Sejarah telah membuktikan bahwa mereka yang meraih kemenangan dengan mengorbankan nilai-nilai kebenaran pada akhirnya akan menghadapi konsekuensinya. Dalam perjalanan sejarah, pemimpin yang berkuasa melalui cara-cara licik dan tidak bermoral seringkali berakhir dalam kehancuran.
Karena itu, marilah kita serahkan semuanya kepada Tuhan. Mungkin di dunia ini sulit untuk membuktikan ketidakberesan secara hukum, tetapi di hadapan Tuhan, tidak ada yang tersembunyi. Mereka yang memenangkan kekuasaan dengan mengabaikan moral dan etika, cepat atau lambat akan menghadapi akibatnya. "Barang siapa yang membunuh dengan pedang, ia akan mati oleh pedang juga." Kekuasaan tidaklah abadi, dan pada akhirnya, hanya kebenaran yang akan menang. Tak peduli seberapa kuat mereka yang berkuasa saat ini, kebenaran akan menemukan jalannya untuk mengungkap apa yang tersembunyi. Kejahatan bisa saja merajai dunia untuk sementara waktu, tetapi sejarah membuktikan bahwa keadilan selalu menemukan jalannya untuk menang.
Namun demikian, kita tetap mengucapkan selamat atas kemenangan yang telah dicapai. Harapan kita semua adalah agar kemenangan ini benar-benar membawa manfaat bagi rakyat, bukan sekadar bagi mereka yang berada di lingkaran kekuasaan. Semoga kita semua terbebas dari kemiskinan ekstrem, darurat korupsi, dan nepotisme yang membelenggu negeri ini. Semoga keadilan dan profesionalisme menjadi dasar dalam setiap langkah pemerintahan ke depan. Kemenangan politik seharusnya bukan hanya soal siapa yang berkuasa, tetapi bagaimana mereka yang berkuasa dapat menjalankan amanah dengan benar dan berintegritas.
Saat ini, tantangan terbesar bagi bangsa ini adalah bagaimana membangun kembali kepercayaan rakyat terhadap sistem politik. Jika politik terus-menerus dijadikan ajang transaksi kepentingan semata, maka lambat laun rakyat akan kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi itu sendiri. Ketidakadilan dan korupsi yang dibiarkan merajalela hanya akan memperlebar kesenjangan sosial dan memperburuk kondisi bangsa. Oleh karena itu, tugas kita semua adalah untuk terus mengawasi, mengkritisi, dan memastikan bahwa politik benar-benar berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Rakyat harus bersatu, tidak boleh membiarkan praktik-praktik curang terus merajalela. Demokrasi bukanlah sekadar proses memilih pemimpin, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk menjaga agar suara rakyat benar-benar bermakna.
Bangsa ini telah lelah dengan janji-janji palsu. Rakyat tidak butuh pemimpin yang hanya pandai berkata-kata, tetapi butuh pemimpin yang berani bertindak tegas melawan ketidakadilan. Kita tidak boleh membiarkan demokrasi hanya menjadi panggung bagi mereka yang haus kekuasaan. Saatnya rakyat bangkit, melawan segala bentuk penghinaan terhadap suara mereka. Suara rakyat bukanlah sekadar angka dalam kotak suara, tetapi adalah amanah yang harus dijaga dengan segenap hati dan jiwa.
Semoga kemenangan sejati akhirnya menjadi milik rakyat, bukan hanya segelintir elite yang menikmati hasil dari sebuah proses yang telah dinodai oleh kepentingan sesaat. Rakyat berhak mendapatkan pemimpin yang benar-benar mengabdi, bukan yang hanya sibuk mempertahankan kekuasaan demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.