Maluku, Jurnalinvestigasi.com - Dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), dengan Perkara Nomor 243/ PHPU.BUP-XXIII/ 2025, pada Selasa (14/1/2024), sorotan masyarakat terhadap integritas pemilihan umum semakin tajam.
Permohonan perkara ini diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor Urut 1, Adolof Bormasa dan Hendrikus Serin. Mereka berhadapan dengan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2, Melkianus Sairdekut dan Kelvin Keliduan, yang teregistrasi dengan nomor 161/ PHPU.BUP-XXIII/ 2025.
Secara garis besar, kedua perkara ini memiliki kesamaan dalam mempersoalkan isu pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) serta daulat money politik yang melibatkan KPU Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebagai Termohon.
Namun, dalam perkara 161 tersebut, yang digugat oleh Paslon Melkianus-Kelvin, juga muncul pertanyaan penting mengenai penetapan Pihak Terkait sebagai Calon Bupati yang dianggap tidak memenuhi syarat formil dalam prosedur administrasi pemilihan.
Ricky Jauwerissa, yang merupakan salah satu kandidat, saat - pendaftaran, tercatat tidak pernah menyerahkan surat pengunduran diri sesuai ketentuan untuk diproses oleh pejabat yang berwenang.
"Sampai dengan permohonan ini dibacakan, Ricky Jauwerissa tidak pernah menyerahkan surat pengunduran dirinya dan di tanggal 22 September 2024, juga tidak pernah menyerahkan surat keterangan yang menerangkan bahwa proses pengunduran dirinya sedang diurus oleh pejabat berwenang. Lebih parah lagi, tidak ada keputusan pemberhentian yang mengesahkan status pengunduran dirinya sebagai anggota DPRD Kabupaten Tanimbar. RJ tidak pernah berhenti sebagai anggota DPRD KKT hingga akhir masa periode 2019-2024," ungkap Kelvin Keliduan, saat membacakan materi gugatan pihaknya di persidangan yang dikepalai oleh Majelis Panel Hakim I, dengan Ketua MK Suhartoyo, bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, yang menjalani agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Masih Terima Gaji dan Tunjangan
Fakta-fakta lain yang terungkap di persidangan menunjukkan bahwa Ricky Jauwerissa, Bupati Kepulauan Tanimbar terpilih, masih menerima gaji, tunjangan, serta dana operasional sebagai Wakil Ketua II DPRD. Ini menunjukkan adanya kemungkinan pertentangan kepentingan yang serius dalam proses pemilihan.
"Berdasarkan bukti surat yang diajukan oleh Melkianus-Kelvin, sudah sangat gamblang bahwa RJ masih memanfaatkan fasilitas negara dengan jabatannya," tambah Kelvin dengan nada tegas, menegaskan perlunya kejelasan dan ketegasan dalam penegakan hukum dalam konteks pemilihan umum.
Dengan fakta dan bukti yang ada, seharusnya Termohon (KPU) harus menyatakan bahwa berkas RJ tidak memenuhi syarat dan seharusnya ditolak. Ini menjadi penting dalam menjaga integritas pemilihan agar tidak tercemar oleh praktik-praktik yang kontroversial.
Pengakuan PJ. Gubernur Maluku
Penjabat Gubernur Maluku, Sadli Lie, menekankan pentingnya prosedur yang benar dan mematuhi regulasi mengenai pengunduran diri bagi anggota DPRD yang berniat maju sebagai calon kepala daerah. "Sesuai tahapan dan jadwal Pemilukada serentak tahun 2024, khususnya bagi anggota DPRD Kabupaten/Kota yang akan mencalonkan diri sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Wali Kota, harus mengajukan permohonan pengunduran diri kepada pejabat berwenang. Dalam hal ini, Gubernur Maluku," ujarnya memberikan penekanan kembali pada aspek kepatuhan hukum.
Namun, dari catatan administrasi pemprov Maluku, Ricky Jauwerissa tidak pernah mengajukan surat permohonan pengunduran diri sebagai Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar Masa Jabatan 2019-2024, yang seharusnya dilakukan sebagai langkah untuk maju sebagai Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada Pilkada Serentak 2024.
"Pemerintah Provinsi Maluku tidak pernah mengeluarkan Surat Keterangan terkait proses pemberhentian yang bersangkutan sebagai Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar 2019-2024," tegas Sadli, menunjukkan keseriusan pemeriksaan dalam proses yang telah berlangsung.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pada tanggal 15 Oktober 2024, Ricky Jauwerissa diberhentikan berdasarkan Keputusan Gubernur Maluku tentang Peresmian Pemberhentian Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar Masa Jabatan 2019-2024. Keputusan ini menandai perubahan signifikan dalam iklim politik di daerah tersebut dan juga kesiapan untuk penyelenggaraan pemilihan yang bebas dari dugaan manipulasi.
Tak Pernah Ada Paripurna Pemberhentian
Dari risalah sidang DPRD KKT selama tahun 2024, tidak tercatat adanya sidang paripurna yang diadakan untuk pengusulan maupun pemberhentian pimpinan dan anggota DPRD KKT terhadap Ricky Jauwerissa. Ketidakjelasan ini menambah kekhawatiran tentang prosedur yang dilakukan di dalam tubuh DPRD.
Hal ini juga diperkuat oleh para mantan anggota DPRD KKT periode 2019-2024, serta beberapa anggota DPRD yang terpilih dan dilantik kembali, yang menyatakan tidak adanya paripurna tersebut. "Iya benar, tidak pernah ada itu paripurna pemberhentian RJ. Coba tanyakan Sekwan Juliana Ongirwalu, mungkin Sekwan yang memimpin dan menggelar sidang paripurna pemberhentian terhadap RJ," ungkap mereka, mengisyaratkan adanya kekacauan dalam administrasi dan tata tertib internal DPRD.
Proses Sidang di Mahkamah Konstitusi
Dalam konteks persidangan, duduk sebagai Termohon adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Pihak Terkait adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor Urut 3, Ricky Jauwerissa dan Juliana Chatarina Ratuanak.
Pemohon dari Paslon Adolof Bormasa dan Hendrikus Serin mengajukan serangkaian dalil yang menggugah perhatian, termasuk tuduhan adanya money politics atau politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang terjadi di tujuh dari sepuluh kecamatan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Berdasarkan keterangan yang disampaikan, pemohon menyelipkan bukti bahwa praktik tersebut berlangsung dari tanggal 3 Oktober hingga 26 November 2024, menyoroti potensi dampak yang merugikan bagi keadilan dalam pemilihan.
"Rangkaian pelanggaran Pilkada berupa money politics yang dilakukan oleh Pihak Terkait yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif ini dapat mempengaruhi pilihan pemilih hanya pada satu pasangan calon, yaitu Pihak Terkait," ujar Lodwyk Wessy, kuasa hukum Pemohon dengan tegas saat memaparkan dalil-dalil permohonan di persidangan.
Tidak hanya itu, Pemohon juga menyampaikan adanya pelanggaran oleh penyelenggara Pemilu. Diantaranya, pelanggaran yang dilakukan oleh KPPS dan Panwas TPS terkait beberapa pemilih yang diarahkan oleh tim sukses Pihak Terkait saat mencoblos.
Kejadian aktual ini, misalnya di TPS 01 desa Kilon Kecamatan Wuarlabobar, di mana empat pemilih diantar oleh tim sukses Pihak Terkait ke bilik suara, "Dengan tujuan untuk melihat dan mengarahkan para pemilih untuk memberikan pilihan pada Paslon Pihak Terkait di bilik suara," kata Lodwyk, menggambarkan praktik yang merusak prinsip demokrasi.
Selain itu, Pemohon juga menyoroti pelanggaran lain yang berkaitan dengan pemindahan 40 kotak suara dari Kecamatan Selaru ke Kota Saumlaki. Pemindahan tersebut dilakukan dengan alasan keamanan, namun menurut Pemohon, belum ada penghitungan suara di tingkat PPK Kecamatan Selaru yang dilakukan pada saat itu. Hal ini menambah kecurigaan terkait transparansi dan integritas pemungutan suara.
Setelah pembacaan dalil-dalil permohonan tersebut, Pemohon mengajukan petitum, meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor 569 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Lebih lanjut, Pemohon juga meminta agar Majelis mendiskualifikasi Pihak Terkait, serta memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara, guna memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Sebagai catatan penting, permohonan serupa mengenai PHPU Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar juga diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor Urut 3, Melkianus Sairdekut dan Kelvin Keliduan, yang terdaftar dengan nomor 161/ PHPU.BUP-XXIII/ 2025. Dan secara keseluruhan, kedua perkara ini menyoroti pelanggaran secara TSM yang terjadi, dengan KPU Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebagai Termohon. Namun, dalam perkara 161 tersebut, juga mencuat persoalan mengenai penetapan Pihak Terkait sebagai Calon Bupati yang dianggap tidak memenuhi syarat formil, menambahkan lapisan kompleksitas dalam kasus hukum ini.
Di akhir sidang, Hakim meminta pihak Termohon (KPU, Bawaslu) untuk menyiapkan seluruh bukti-bukti yang digugat oleh pihak Pemohon. Sidang akan dilanjutkan pada tanggal 23 Januari 2025 mendatang. Langkah ini mencerminkan prinsip dasar dalam sistem peradilan yang mengutamakan kejelasan, akuntabilitas, dan perlindungan hak semua pihak yang terlibat dalam sengketa hukum.
Hakim, dengan menetapkan kelanjutan sidang pada tanggal 23 Januari 2025, memberikan waktu yang cukup bagi pihak Termohon untuk mengumpulkan, mengorganisir, dan menyajikan bukti yang diperlukan. Hal ini bertujuan agar proses peradilan berlangsung secara adil dan proporsional, dengan mengedepankan prinsip due process of law atau proses hukum yang benar. (NFB)