EDITORIAL– Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 akan segera usai, namun tantangan besar justru akan muncul setelah proses pemilihan selesai. Polarisasi sosial yang kerap terjadi pasca-pesta demokrasi menjadi masalah serius yang dapat mempengaruhi keharmonisan antarwarga negara. Dalam konteks Pilkada 2024, pencegahan polarisasi harus menjadi perhatian utama agar Indonesia tetap menjaga persatuan dan kesatuan pasca-pemilu.
Polarisasi: Ancaman yang Mengintai
Polarisasi sosial dalam konteks Pilkada 2024 merujuk pada terbelahnya masyarakat menjadi dua kubu yang saling berseberangan, sering kali disebabkan oleh perbedaan pilihan politik. Hal ini bisa mengarah pada konflik horizontal yang merusak hubungan antarindividu dan antargrup dalam masyarakat. Polarisasi sering diperburuk oleh kampanye yang menggunakan isu identitas, seperti agama, suku, dan ras, sebagai alat untuk meraih suara.
Fenomena ini juga dipicu oleh ketegangan antara pendukung calon yang kalah dan yang menang, di mana rasa ketidakpuasan dan kekecewaan dapat berkembang menjadi kebencian dan prasangka. Tak jarang, media sosial menjadi platform utama untuk menyebarkan narasi-narasi yang memperburuk polarisasi, dengan memperparah ketidakpercayaan antar kelompok masyarakat.
Langkah Strategis Pencegahan Polarisasi
Menghadapi ancaman polarisasi pasca-Pilkada, sejumlah langkah strategis harus diambil untuk mencegah perpecahan sosial yang lebih dalam:
1. Meningkatkan Pendidikan Politik yang Sehat Pendidikan politik yang berbasis pada nilai-nilai kebangsaan dan toleransi sangat penting untuk membangun kesadaran politik yang matang. Masyarakat harus diajak untuk memahami bahwa Pilkada adalah ajang demokrasi, bukan medan pertempuran. Pendidikan politik yang baik akan mengajarkan masyarakat untuk menghargai perbedaan pendapat dan pilihan, serta memahami proses politik sebagai bagian dari pembangunan negara.
2. Peran Media Sosial yang Bertanggung Jawab Media sosial, meskipun menjadi ruang publik yang bebas, juga memiliki dampak besar dalam menciptakan polarisasi. Untuk itu, penting bagi platform media sosial untuk bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat dalam membatasi penyebaran informasi yang provokatif dan hoaks. Kampanye damai pasca-Pilkada yang mempromosikan rekonsiliasi dan keharmonisan sosial harus digalakkan untuk meredam ketegangan.
3. Mendorong Rekonsiliasi dan Dialog Antarpendukung Pasca-Pilkada, penting bagi para calon terpilih maupun yang kalah untuk mengedepankan rekonsiliasi. Para pemimpin politik harus memberi contoh dengan merangkul seluruh masyarakat, tanpa terkecuali. Dialog antar pendukung pasangan calon yang berbeda harus didorong agar tercipta pemahaman bersama bahwa Pilkada adalah proses yang wajar dalam sistem demokrasi.
4. Menguatkan Peran Lembaga Sosial dan Budaya Lembaga sosial dan budaya, termasuk organisasi masyarakat sipil, harus berperan aktif dalam membangun solidaritas antarwarga negara. Melalui kegiatan bersama, seperti program kemasyarakatan atau kegiatan budaya yang mengedepankan gotong royong, polarisasi dapat diatasi. Kolaborasi antar kelompok yang berbeda dapat mempererat hubungan sosial dan menciptakan rasa saling menghargai.
5. Penyuluhan dan Kampanye Toleransi Kampanye toleransi dan perdamaian harus digencarkan pasca-Pilkada. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, serta pihak-pihak lain yang memiliki pengaruh di masyarakat harus bekerja sama untuk menyebarluaskan pesan-pesan positif tentang persatuan, inklusivitas, dan penghargaan terhadap perbedaan. Ini penting untuk mengingatkan masyarakat bahwa meskipun berbeda pilihan politik, kita tetap satu bangsa.
6. Kebijakan yang Berfokus pada Kesejahteraan Bersama Salah satu cara untuk mengurangi polarisasi adalah dengan memastikan kebijakan yang dijalankan oleh kepala daerah terpilih dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang afiliasi politik. Program-program yang inklusif dan berpihak kepada masyarakat luas dapat mempererat hubungan sosial dan mengurangi ketegangan yang timbul akibat perbedaan politik.
Menjaga Keharmonisan Sosial dalam Demokrasi
Polarisasi pasca-Pilkada tidak hanya merugikan pihak yang terlibat dalam pemilihan, tetapi juga dapat merusak tatanan sosial yang telah dibangun. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak – baik pemerintah, partai politik, masyarakat, maupun media – untuk bekerja bersama dalam mencegah polarisasi yang lebih dalam. Keberagaman politik adalah kekuatan, bukan ancaman, yang harus dihargai dalam kehidupan demokrasi.
Pencegahan polarisasi pasca-Pilkada 2024 adalah tanggung jawab bersama yang tidak hanya terbatas pada hasil Pilkada, tetapi juga pada komitmen untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Hanya dengan menghargai perbedaan, kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih damai, harmonis, dan sejahtera. (*)
(Penulis adalah Pimpinan Redaksi Media Jurnal Investigasi/Pemerhati kebijakan publik, Adv Sunoko. SH)