Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com - Sangat memalukan perilaku yang ditunjukan oleh Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Nomor Urut 3, Ricky Jauwerissa dan Juliana Chatarina Ratuanak, yang diusung oleh Partai Gerindra dan PSI.
Pasalnya, H-1 jelang pemungutan suara (pencoblosan), tiga orang tim dari Paslon Ricky-Juliana tertangkap tangan oleh Bawaslu dan tim Gakumdu KKT di Hotel Galaxy Saumlaki, sebuah lokasi yang dikenal sebagai tempat pertemuan strategis menjelang pemilihan umum. Di tempat tersebut, pihak berwenang menemukan puluhan juta rupiah beserta daftar nama-nama masyarakat yang akan dan sudah menerima 'uang pelicin' untuk memilih Paslon RJ ini.
Ini bukan hanya mengkhianati kepercayaan pemilih, tetapi juga meningkatkan pertanyaan moral tentang integritas dalam proses politik di wilayah yang sudah rentan terhadap praktik korupsi.
Menanggapi insiden memalukan ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI merespon dengan serius dan akan melakukan kajian awal terhadap 130 laporan dan hasil pengawasan terkait dugaan pelanggaran politik uang pada masa tenang pilkada 2024 dan hari pemungutan suara serentak yang berlangsung di seluruh Indonesia.
Kegiatan pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemilihan umum berlangsung dengan jujur dan adil, tanpa pengaruh uang atau kekuasaan yang tidak etis. Tindakan tegas dari Bawaslu diharapkan dapat memberikan efek jera tidak hanya bagi para pelanggar, tetapi juga bagi calon lainnya yang mungkin berpikir untuk terlibat dalam praktik-praktik semacam ini.
Dari ratusan pelanggaran yang tercatat, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Provinsi Maluku, termasuk dalam database Bawaslu pusat yang harus dituntaskan dalam lima hari ke depan. Pasalnya, salah satu modus politik uang yang disorot adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Bawaslu KKT dan tim Gakumdu di Hotel Galaxy Saumlaki jelang H-1 pencoblosan, yang menyoroti kerentanan sistem pemilihan dan langkah-langkah yang harus diambil untuk melindungi suara rakyat.
Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya peran Bawaslu dalam menjaga kualitas demokrasi di daerah tersebut.
"Hasil laporan masyarakat menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Tanimbar termasuk dalam daftar tersebut. Bawaslu akan melakukan kajian hukum dalam lima hari ini,” kata anggota Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi Bawaslu, Puadi, kepada media, Rabu (27/11/2024). Rakyat menantikan hasil kajian ini dengan harapan bahwa langkah-langkah tegas akan diambil untuk menghadapi para pelanggar dan memperbaiki landscape politik di daerah mereka.
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, memastikan bahwa proses pengkajian akan dilakukan secara komprehensif. Jika terbukti bersalah, pihaknya siap memproses secara pidana di Gakkumdu. Dalam hal ini, bukan hanya para pemberi suap yang terancam, tetapi penerima juga akan menghadapi hukuman serupa.
"Pemberi maupun penerima bisa dipidana," ujarnya. Ancaman pidananya cukup berat, dengan hukuman penjara berkisar antara 36 hingga 72 bulan serta denda mencapai Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar. Ini adalah sinyal tegas dari pemerintah bahwa pelanggaran dalam pemilu akan ditindaklanjuti dan tidak ada toleransi untuk praktik korupsi yang merusak nilai-nilai demokrasi. Tandasnya. (*)