Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com - Debat Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar yang digelar di Larat Kecamatan Tanimbar Utara, ramai dengan perdebatan terkait masalah penebangan hutan dan sumber air yang menjadi sasaran utama Paslon Nomor Urut 3 Ricky Jauwerissa - Julyana Ratuanak kepada Paslon Nomor 2 Melkianus Sairdekut - Kelvin Keliduan sangat tidak berdasar.
Dalam debat paslon tersebut, Pasangan Calon Melkianus Sairdekut - Kelvin Keliduan, skak mati Ponakan Agus Thiodorus “Stop Menebang Hutan secara ilegal” pernyataan itu disampaikan oleh Melkianus Sairdekut sebagai tamparan keras atas pengelolaan hutan secara ilegal yang selama ini terjadi di Tanimbar, dilakukan oleh para pengusaha mafia kayu Ilegal yang tidak memiliki legal standing.
Penebangan hutan secara ilegal di Tanimbar adalah isu yang sangat kritis dan menuntut perhatian kita semua. Hutan yang seharusnya menjadi sumber kehidupan dan keanekaragaman hayati, kini terancam akibat tindakan yang melanggar hukum ini. Aktivitas ini tidak hanya berdampak pada kerusakan ekosistem, tetapi juga mengganggu keseimbangan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Fakta yang terjadi, dirilis oleh Ameks online Jumat 26 Juni 2022 soal Satu truk kayu ilegal milik STG yang ditahan Polres KKT, Maluku. Awalnya Polres hanya menetapkan tiga tersangka saja. Dimana untuk kasus pertama, polisi menetapkan pemilik kayu FR dan supir truk RMM. Sedangkan pada kasus kedua, hanya menetapkan supir truk JM sebagai tersangka. Pemilik kayu yang notabenenya adalah ibu kandung salah satu pengusaha ternama Agus Theodorus, STG hanya sebagai terlapor saja.
Penjelasan Paslon Nomor Urut 2 terhadap dana 30% Sesuai Perbub yang harus diberikan ke Daerah
30 persen untuk jatah daerah, kita pahami bahwa penjualan kayu yang di Wilayah Kabupaten Kepulauan Tanimbar, yang dahulu bernama Kabupaten Maluku Tenggara Barat tentu harus diawasi dengan baik. 30 persen jata lokal itu harus ditentukan dengan harga Produksi dan industri.
Kita bisa memahami bagaimana rakyat kecil tidak bisa berjualan dengan baik, jika harga kayu itu disesuaikan dengan harga kayu industri 30 persen kebutuhan lokal itu, ketika dia beroperasi di Tanimbar maka, seluruh pengusaha dan orang-orang yang mau beli kayu itu mereka harus membeli kayu dengan harga yang mahal, tanpa harus berpikir kedepan masyarakat kecil kita yang mau dan butuh terhadap kayu, tetapi harus dipahami bahwa dana bagi hasil sudah dibagikan kepada pemerintah kabupaten Kepulauan Tanimbar sebesar 33 Milyar yang sudah masuk, dan dana yang masuk ke kas negara itu sebesar 80 milyar sekian.
“Jadi, Saya kira jawaban soal HPH ini sudah klir, bahwa industri kita tidak boleh berbisnis dengan masyarakat lalu memberikan kepada mereka kayu-kayu yang mahal, tetapi masyarakat kita yang memiliki hutan adat yang bisa memiliki tanah petuanan dapat menjual kayu mereka di KKT untuk menghidupi keluarganya,”ungkap Kelvin.
Senada dengan Kelvin Keliduan Melkianus menambahkan terkait Penjelasan Kelvin Keliduan, Mestinya sebagai Pimpinan DPRD, postur APBDnya sudah harus tahu tidak mungkin tidak tahu karena dana bagi hasil itu dana transferan uang ke pemerintah pusat. Dan tidak mungkin DPRD tidak tahu, hanya DPRD yang tidak belajar saja yang tidak tahu.
Solusi untuk tidak dilakukan Penebangan hutan secara ilegal
Penebangan hutan secara ilegal di Tanimbar oleh pengusaha menggunakan Mesin sensor Kayu mengakibatkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna. Ini menyebabkan punahnya beberapa spesies yang tidak dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan yang terjadi.
Selain itu, penebangan yang masif menyebabkan erosi tanah dan memperburuk kualitas tanah di Tanimbar. Keberlanjutan sumber air juga terganggu, sehingga mengancam kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam.
Penyebab utama penebangan hutan ilegal di Tanimbar bervariasi, namun seringkali berkaitan dengan kebutuhan ekonomi. Para pengusaha mencari keuntungan cepat dengan cara mengeksploitasi hutan tanpa memikirkan dampak jangka panjang.
Selain itu, kurangnya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat juga menjadi faktor penyebab. Masyarakat yang kurang mendapatkan informasi mengenai pentingnya hutan juga turut berkontribusi pada masalah ini.
Pengusaha seringkali menjadi aktor utama dalam praktik penebangan hutan ilegal. Mereka berusaha untuk menguasai sumber daya alam demi kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan hak masyarakat lokal. Praktik ini tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga berujung pada konflik sosial dan ketidakadilan bagi penduduk setempat.
Tindakan yang sangat merusak ini harus dihentikan demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di Kepulauan Tanimbar.
Untuk memulihkan hutan dan alam Tanimbar, solusi yang komprehensif diperlukan. Ini termasuk rehabilitasi lahan dan pengembangan alternatif ekonomi yang berkelanjutan. Masyarakat harus diberdayakan melalui pendidikan dan pelatihan agar mereka dapat berperan aktif dalam upaya konservasi. Mempertahankan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan sangat penting untuk keberlanjutan jangka panjang hutan dan masyarakat yang bergantung padanya. (*)