Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com - Briptu Olizhia Jane Mairuhu, S.Si., Teol, keluar sebagai juara 1 nasional tingkat Mabes Polri dalam lomba pemaparan materi menggunakan bahasa Inggris dengan tema pencegahan dan penanganan kasus kekerasan berbasis gender.
Anggota Bintara Polwan Polres Buru Selatan (Bursel), Polda Maluku meraih nilai tertinggi. Ia membawakan materi dengan judul "Sasi Mariage" The Mitigation Of Child marriage Tradition in South Buru Regency, Maluku atau berarti "Kawin Sasi" Kawin sasi : Mitigasi terhadap tradisi perkawinan anak di Kabupaten Buru Selatan, Maluku.
Lomba paparan bahasa Inggris sendiri dilaksanakan dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 76 Polwan Republik Indonesia tahun 2024. Lomba ini dilaksanakan di Gedung TNCC lantai 11 Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Dalam seleksi perlombaan sejak Agustus 2024, Briptu Jane masuk dalam 9 besar peserta terbaik nasional. Para peserta berasal dari satker Mabes dan Polda jajaran. Jumlah peserta yang ikut sebanyak 75 orang.
“Briptu Jane memaparkan materi dengan judul ‘Sasi Mariage’ The Mitigation Of Child marriage Tradition in South Buru Regency. Dan dia keluar sebagai juara pertama pada kategori Bintara,” ungkap Pakor Polwan Polda Maluku, AKBP. Rositah Umasugi, Selasa (17/9/2024).
Materi kawin sasi yang dibawakan Briptu Jane, merupakan salah satu upaya mitigasi terhadap tradisi perkawinan anak di Kabupaten Buru Selatan, Maluku.
Sementara itu Briptu jane saat dihubungi melalui telepon Selulernya menjelaskan secara singkat tentang materi paparannya, bahwa Tradisi ini masih tetap diwariskan pada beberapa wilayah di kabupaten Buru Selatan sampai saat ini. Tradisi Kawin Sasi ini diawali dengan pemberian mas kawin kepada anak perempuan sejak masih di dalam kandungan. Tradisi ini menyebabkan adanya pernikahan antara lelaki yang bahkan sudah berumur 70-an dengan anak perempuan.
Selanjutnya ditambahkan pula dari permasalah tersebut diatas maka upaya mitigasi yang harus dilakukan adalah adanya kerjasama dengan pemerintah maupun instansi terkait untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, dan pendidikan masyarakat sebagai bentuk pencegahan terhadap keberlangsungan tradisi kawin sasi.
"Pemerintah juga memiliki peran penting untuk merestorasi hak-hak anak korban kawin sasi dan melakukan kerja sama dengan tokoh agama, maupun tokoh masyarakat untuk mengembalikan hak-hak anak," ungkapnya. (*)