Penulis : Nikolas Frets Besitimur (Jurnalis Media Jurnal Investigasi)
Dalam dinamika politik di Kepulauan Tanimbar, muncul fenomena yang mengkhawatirkan terkait praktik mahar politik, khususnya dalam konteks pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati pada 27 November mendatang. Mahar politik merujuk pada praktik di mana kandidat diharuskan membayar sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan dari partai politik, sering kali mengabaikan kemampuan dan loyalitas kader yang telah teruji. Hal ini sangat merugikan bagi kader yang memiliki komitmen tinggi terhadap partai namun tidak mampu memenuhi tuntutan finansial tersebut.
Keadaan ini menunjukkan bahwa partai politik, terutama di tingkat Dewan Pimpinan Pusat (DPP), lebih mengutamakan aspek finansial dibandingkan kualitas dan dedikasi kadernya. Sebagai akibatnya, kader yang sebenarnya layak dan berkompeten, sering kali terbuang karena tidak memiliki daya finansial yang cukup. Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa loyalitas dan pengabdian kepada partai menjadi tidak berarti ketika nilai uang lebih dominan dalam pengambilan keputusan.
Praktik ini menimbulkan dampak yang signifikan bagi iklim politik di Tanimbar. Pertama, hal ini dapat memunculkan ketidakpuasan di kalangan kader yang merasa kerja keras dan loyalitas mereka tidak dihargai. Kedua, hal ini dapat mempengaruhi kualitas kepemimpinan yang dihasilkan, karena kandidat yang terpilih mungkin tidak memiliki kompetensi yang diperlukan untuk memimpin daerah secara efektif.
Perlu adanya reformasi dalam sistem pemilihan kepala daerah di Tanimbar untuk memastikan bahwa suara kader dan loyalitas mereka diakui dan dihargai. Mari kita dorong terwujudnya politik yang lebih berkeadilan, di mana kualitas dan komitmen menjadi pertimbangan utama dalam menentukan calon pemimpin, bukan sekadar kemampuan finansial.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tanimbar 2024 akan mendatangkan tantangan berat bagi kader partai politik di Tanimbar. Bukan hanya persaingan antar kandidat, tetapi juga isu mahar rekomendasi Partai politik yang kerap menjadi bayang-bayang dalam proses pencalonan. Mahar rekomendasi adalah sejumlah uang atau kompensasi yang dipinta oleh partai politik sebagai syarat untuk memberikan dukungan kepada calon tertentu. Praktik ini menciptakan ekosistem politik yang tidak sehat dan kotor berpotensi membunuh kader-kader yang mumpuni.
Selain itu, praktik ini dapat menimbulkan potensi korupsi di masa mendatang, di mana kepala daerah terpilih merasa berkewajiban untuk mengembalikan "investasi" yang telah dikeluarkan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pengurus partai untuk berkolaborasi dalam menciptakan sistem seleksi yang transparan dan akuntabel. Hanya dengan cara ini, Tanimbar dapat memfasilitasi pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab dan mampu membawa kemajuan bagi daerahnya.
Dalam konteks Tanimbar, fenomena ini sangat mengkhawatirkan. Sorotan tajam tertuju pada bagaimana mahar rekomendasi mempengaruhi kualitas calon yang diusung. Kader-kader yang sejatinya memiliki kemampuan dan integritas terkadang terpaksa mengalah di hadapan kandidat yang mampu memenuhi tuntutan finansial tersebut. Hal ini berimplikasi terhadap representasi masyarakat, di mana calon yang diusung bukan berdasarkan kemampuan, tetapi berdasarkan kemampuan membayar. al hasilnya, dalam kepemimpinannya ke depan bakal calon kepala daerah yang berhasil terpilih akan merampok APBD untuk menutupi mahar politik yang dikeluarkan pada akhirnya Tanimbar akan kembali menyandang predikat “Miskin Ekstrim” asal Bapak Senang.
Kekuatan Kapitalis dan Pengaruhnya Terhadap Calon Kepala Daerah di Tanimbar
Tanimbar, sebuah daerah yang kaya akan sumber daya alam, menjadi lahan subur bagi tumbuhnya kekuatan kapitalis yang sangat dominan. Para pengusaha kaya raya di wilayah ini memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan siapa yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Kekuatan ekonomi yang mereka miliki memungkinkan mereka untuk men-drive dan mendukung kandidat tertentu dalam merebut rekomendasi dari partai politik.
Para pengusaha ini sering kali menggunakan jaringan luas mereka untuk mempengaruhi keputusan politik, baik melalui lobi langsung maupun kontribusi finansial bagi partai. Rekomendasi dari partai politik sangat penting karena menentukan legitimasi dan dukungan bagi kandidat. Dalam konteks ini, pengusaha kaya raya tidak hanya berperan sebagai pendukung finansial, tetapi juga sebagai aktor kunci dalam perumusan kebijakan yang dapat menguntungkan kepentingan bisnis mereka di Tanimbar.
Dampak dari hal ini adalah munculnya hubungan simbiosis antara pengusaha dan calon kepala daerah. Banyak kandidat yang akhirnya terpaksa mengakomodasi kepentingan ekonomi para kapitalis ini dalam visi dan misi mereka. Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang sejauh mana keputusan politik dapat dikatakan mewakili suara rakyat jika didorong oleh agenda bisnis tertentu.
Kondisi ini menciptakan dinamika kekuasaan yang kompleks, dan penting bagi masyarakat Tanimbar untuk menyadari serta kritis terhadap proses ini. Sebab, pada akhirnya, pemerintahan yang dijalankan harus mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, bukan hanya segelintir kalangan elit yang mengendalikan ekonomi. “Tanimbar semakin ada dalam ambang kehancuran”.