Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com -
Baru-baru ini, Inpex menggelar acara Coffee Break Corporate Communication di Hotel Beringin Dua, Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. (12/08) kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat hubungan dengan wartawan lokal dan menyampaikan informasi mengenai kegiatan perusahaan.
Meskipun begitu, beberapa pihak menilai bahwa kegiatan ini hanya sekadar isapan jempol dan omong kosong, tanpa substansi yang jelas bagi masyarakat. Kegiatan seperti ini seharusnya menjadi jembatan komunikasi yang efektif antara perusahaan dan masyarakat, bukan sekadar formalitas. Selasa, (12/08/2024).
Impex Corporate mengirimkan undangan resmi kepada wartawan di Tanimbar melalui Karateker Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Simon Lolonlun. Sayangnya, acara yang berlangsung dari pukul 17.00 WIT hingga 20.00 WIT ini meninggalkan kesan negatif. Selain durasi yang cukup panjang, hanya disediakan minuman dan tahu goreng, tanpa hidangan makan malam yang layak.
Hal ini mengingatkan pada peristiwa serupa pada tahun 2019 ketika Pak Iwan sebagai Humas Impex melakukan hal yang sama. Situasi ini memicu pertanyaan mengenai perhatian dan penghargaan perusahaan terhadap para wartawan, yang seharusnya mendapatkan perlakuan lebih baik dalam acara-acara resmi.
Dikala itu ada lima wartawan dari Tanimbar berkesempatan mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Ambon, tepatnya di hotel Cantika. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bekerja sama dengan Dewan Pers dan Impex Corporation Pamalu yang mencakup wilayah Papua dan Maluku.
Kelima wartawan tiba di hotel sekitar jam 2 siang, namun mereka merasa kecewa karena tidak diberi makan oleh pihak Impex Corporate. Rasa lapar ini memicu kemarahan dan protes dari para wartawan, yang kemudian mengancam untuk tidak mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan meminta dipulangkan.
Akhirnya, setelah tekanan dari wartawan, pihak Impex Corporate baru memberikan makan siang kepada mereka. Selain itu, perwakilan dari Inpex Corporate, pak Evant dan pak Aji, juga ikut merasakan suasana yang tidak nyaman ini.
Dalam setiap kegiatan Impex, wartawan seringkali terabaikan. Mereka tidak dilibatkan dalam perencanaan atau pelaksanaan, meski banyak hal yang terjadi di balik layar. Ketika persoalan muncul, wartawan baru diundang untuk memberi sorotan, namun seakan-akan mereka hanya diperlakukan sebagai alat.
Setelah memberikan laporan, wartawan pun diabaikan dan tidak mendapat ucapan terima kasih. Ironisnya, saat masalah selesai, mereka kembali merayu wartawan dengan cara yang sama untuk mendapatkan dukungan. Siklus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan kejujuran dalam hubungan antara pihak Impex dan awak media.
Impex Corporate yang beroperasi di Saumlaki tampaknya memiliki sikap menutup diri terhadap wartawan di Tanimbar. Kurangnya komunikasi yang baik antara pihak perusahaan dan jurnalis menciptakan kesan bahwa mereka tidak menghargai peran wartawan.
Masalah muncul ketika Impex Corporate hanya melibatkan media tertentu saat ada isu yang menguntungkan bagi mereka, sementara wartawan lainnya diabaikan. Sikap pilih kasih ini dapat merugikan transparansi dan hubungan masyarakat, serta menimbulkan beragam spekulasi negatif tentang niat perusahaan di daerah tersebut. Penting bagi Impex untuk membuka dialog dengan semua media demi membangun kepercayaan yang lebih baik.
Di tengah munculnya ketegangan antara pihak wartawan dan Impex, penting bagi Manajemen Impex Pusat di Jakarta untuk segera mengevaluasi perwakilan Inpex di Saumlaki. Salah satu solusi yang diharapkan adalah dengan menunjuk seseorang yang berasal dari komunitas asli Tanimbar. Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir konflik yang berkepanjangan dan membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat lokal.
Seiring dengan itu, disarankan agar Evant tidak lagi hadir di Tanimbar guna meredakan situasi. Semua pihak berharap ada langkah konkret untuk menciptakan komunikasi yang lebih baik demi kelancaran operasional dan hubungan yang harmonis dengan masyarakat. (*)