-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Kuasa Hukum Nurlindra: Kasus Utang Rp490 Juta Bukan Penipuan, Tapi Wanprestasi

08 Juli 2024 | 8:04:00 PM WIB | 0 Views Last Updated 2024-07-10T12:29:46Z
Lukman Matutu, SH (Presiden Direktur Lembaga Bantuan Hukum Amanat Reformasi Indonesia) 


Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com - Lukman Matutu, SH selaku kuasa hukum Nurlindra angkat bicara terhadap kliennya yang ditetapkan tersangka dalam kasus Penipuan uang sebesar Rp490 juta oleh Polres Kepulauan Tanimbar dinilai itu bukan masuk dalam pidana penipuan dan penggelapan, namun wanprestasi karena kesepakatan perjanjian lisan antara kedua belah pihak. Senin, (8/07/2024). 


Wanprestasi merujuk pada tidak dipenuhinya suatu kewajiban yang telah disepakati dalam sebuah perjanjian secara lisan. Dalam konteks hutang piutang, wanprestasi sering terjadi ketika salah satu pihak tidak dapat memenuhi pembayaran sesuai dengan kesepakatan awal. Khususnya pada perjanjian lisan, masalah ini menjadi lebih kompleks karena kurangnya bukti tertulis yang dapat dijadikan acuan oleh kedua belah pihak atau bahkan oleh pengadilan saat terjadi sengketa.


Kronologi Cerita Sebenarnya dari Masalah Hutang Rp490 Juta

Melalui konferensi PERS oleh Pihak penyidik Polres Kepulauan Tanimbar, terhadap bisnis yang dilakukan antara Nurlindra dengan beberapa orang dalam statusnya yang sering dipanggil Aba bersama Nurwanto, setelah bisnis itu berjalan belakang nya baru di ketahui oleh Nurlindra bahwa ternyata ada ikatan kerjasama antara Nurwanti dengan Nuswanto.


Ikatan kerja itu menurut informasi yang disampaikan terkait ikatan kerja dengan notaris, dalam arti akta perjanjian sementara dalam perjalanan bisnis antara Nurlindra dengan Nuswanto ini, itu sudah berjalan seperti biasa. Karena bisnis antara Nurlindra dengan Nuswanto berjalan belakangan. Kemudian diketahui oleh Nurwanti bahwa ternyata barang-barang tersebut didapat oleh Nuswanto dari Nurlindra. 


“Nurwanti langsung menghubungi Nurlindra, kemudian terjadilah kerjasama lagi antara Nurlindra dengan Nurwanti atau yang sering dipanggil Sifa. Proses pengiriman uang yang berjalan antara Nurlindra dengan Nurwanti itu sudah berjalan seperti biasa dan kewajiban Nurlindra terhadap Sifa sudah berjalan. Kemudian sejumlah uang yang diberikan, dan barang yang dikirim melalui kontainer itu sudah dikirim oleh Nurlindra,”ujarnya. 


Bukti barang Nurlindra yang ditampung di Gudang Ari Jaya

“Jadi, urusan antara Nurlindra dengan Sifa sebenarnya sudah Clear dalam artian bahwa, sejumlah uang yang dikirim itu Nurlindra sudah mengirim barang dengan manifest barang Cargo melalui PELNI. Manifest itu yakni September 1 kali, November 2 kali, Desember 1 kali, barang itu dikirim oleh Nurlindra kepada Nurwanti dan kerjasama ini dikirim oleh Nurlindra dengan menggunakan Gudang Ari Jaya, sehingga namanya tidak disebutkan baik Nurwanto maupun Nuswanto dan Wanti sehingga barang tersebut dikirim dan telah diakui,”ungkapnya. 


Bukti manifest pengiriman barang Cargo melalui PELNI untuk Bulan September 1 kali, November 2 kali dan Desember 1 kali

Kelanjutan antara Nuswanto dengan Lindra, ternyata belakangan diketahui bahwa sumber uang itu berasal dari Nurwanti lagi kepada Nuswanto. Ia mengirim uang kembali kepada Nurlindra untuk barang-barangnya di kirim.


Maka secara hukum, hubungan antara Nurlindra dengan Nurwanti itu sudah selesai dan tidak ada urusan. Nurlindra sekarang berurusan dengan Nuswanto walaupun sumber uang itu berasal dari Nurwanti. Nurlindra hanya mengetahui bahwa, Wanto mengirim uang dan mengirim barang dan itu juga barang sudah terkirim dua kali. 


Setelah barang dua kali terkirim, datanglah Nuswanto ke Saumlaki dan diklaim oleh Nuswanto dengan perjanjian bahwa barang tersebut atas kesepakatan awal itu, dibeli dengan harga Rp5000 per kg biji lontar dengan catatan biaya pengiriman, biaya transportasi, biaya kontainer, biaya sewa buru dan sewa gudang itu ditanggung oleh mereka.


Tapi dalam prakteknya, itu tidak mereka lakukan bahkan kehadiran Nuswanto ke Saumlaki dan menyampaikan ke Nurlindra, barang yang disepakati Rp5000 per kilo itu, tidak dibicarakan tentang besar kecilnya. Pokoknya dikirim per kilo tetap dengan harga Rp5000. Namun akhirnya dikomplain oleh Nuswanto bahwa, barang-barang yang kecil itu tidak bisa diambil dengan harga kesepakatan tapi harus dipisahkan yang kecil Rp3500 sementara yang besar itu Rp5000.


Tindakan Wanprestasi 

Ada wanprestasi yang dilakukan oleh Nuswanto atas kesepakatan. karena itu terjadi maka barang yang sudah terkumpul dan mau dikirim akibat ada pemisahan ternyata barang-barang itu baru didapat oleh Nurlindra setengah kontainer dan barang itu mau dikirim tetapi setengah kontainer itu kenapa terjadi, akibat Wanto dengan cara pengiriman uang tidak sekaligus besarannya. Misalnya Rp100 juta, dia memotong dan mengurangi lagi cara kirimnya tidak seketika namun dikirim bertahap. 


Nurlindra dilapangan mengalami kendala. Kendalanya apa? Dia harus menunggu uang dikirim ada cela waktu yang panjang, maka orang-orang kepercayaan Nurlindra sebagai pengumpul atau pembeli di lapangan itu waktu diberikan uang kepada mereka, ternyata mereka tidak membeli barang. Bahkan mereka beralasan bahwa barang tersebut mengalami musibah dan tenggelam di laut, padahal setelah di kroscek ternyata tidak benar. 


Nurlindra merasa ditipu dan dirugikan kemudian ia melapor ke Pihak Polres Kepulauan Tanimbar atas peristiwa itu yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap Nurlindra. Dalam perjalanan, mereka memaksakan Nurlindra untuk selalu berjanji berdasarkan janji orang lapangan yang nanti akan mengumpulkan atau mengembalikan barang-barang tersebut. Mereka menganggap bahwa Nurlindra tidak menepati janji. 


Kasus Perdata Wanprestasi atau Ingkar Janji

Lebih lanjut Matutu menjelaskan, dari kronologi cerita ini dikaitkan dengan laporan Nurwanti atau Sifa, dengan menggunakan pasal 378 KUHP dan atau pasal 372 penipuan dan penggelapan, sebagai kuasa hukum saya bertanya kalau yang digunakan oleh Nurwanti untuk melaporkan Nurlindra, maka sebabnya dari mana karena hubungan kerja antara Nurlindra dengan Nurwanti sudah selesai. 


“Yang memiliki hubungan hukum adalah Wanto dengan Nurlindra kalau uang itu bersumber dari Nurwanti, maka ia tidak bisa melapor Nurlindra harusnya dia melaporkan Nuswanto yang punya ikatan perjanjian berdasarkan yang ada di notaris dan itu masuk dalam rana perdata. Itu wanprestasi atau ingkar janji, bukan dia langsung datang dengan berbagai macam cara dan keterangan yang belum tentu benar dianggap sebagai suatu laporan yang benar seakan-akan Nurlindra melakukan penipuan,”jelasnya.


Kalau berdasarkan penipuan maka, timbul pertanyaan penipuan itu unsur-unsurnya apa ada rangkaian kata-kata bohong apa yang dilakukan oleh Nurlindra, kalau kata bohong itu sumber kebohongannya berasal dari Nurlindra dengan rangkaian kata yang membujuk mereka, sehingga mereka terlena dan dirayu dengan kata-katanya lalu memberikan sejumlah uang tanpa Nurlindra beraktifitas. Tapi perbuatan itu tidak dilakukan, ini berawal atas dasar kepercayaan.


Kontrak kerja atas bisnis ini bersifat Fidusia artinya saling percaya. Namanya, perjanjian secara lisan artinya apa? ada perjanjian yang disepakati antara Nurlindra maupun dengan Nuswanto. Kan ada kesepakatan uang dikirim dari sana maka barang juga dikirim dari sini maka perjanjian lisan itu merupakan ikatan perjanjian masuk sebagai suatu perikatan apabila dalam perikatan itu salah satu pihak tidak melaksanakan maka itu juga perbuatan pidana. Ingkar janji atau wanprestasi.


“Ranahnya apa? ya, ranah perdata bukan pidana karena rangkaian kata ini tidak bersumber pada satu pihak dari Nurlindra tetapi dari dua belah pihak maka itu merupakan perikatan berlakulah hukum perikatan. Uang dikirim, barang juga dikirim. Besarnya berapa? Rp100 juta barangnya berapa? 1 kontainer itu perjanjian perikatan hukumnya, kalau misalnya Nurlindra tidak memenuhi perjanjian kesepakatan itu maka dianggap sebagai suatu ingkar janji atau wanprestasi Bukan Penipuan,”ungkapnya. 


Kalau penipuan maka itu inisiatif dan niatnya ada pada sepihak untuk mengelabui seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari itu lalu pihak yang dikelabui merasa dirugikan, kalau ini bukan karena ada ikatan perjanjian. 


“Oleh karena itu bagi kami, membawa kepada rana penipuan maka gugur demi hukum. Ini adalah pikiran kami, walaupun dalam prospek hukum oleh penyidik itu silahkan nanti kita uji, yang kedua masuk di penggelapan sebagian atau seluruhnya sebagian milik siapa, seluruhnya milik siapa. Dia tidak menggelapkan barang, Dia ada bekerja kok, Dia mengirim barang tapi ada sebab-sebab karena itu namanya ada kegiatan, ada hal yang disebut Frost Mayor atau keadaan darurat dimana ada tindakan penipuan yang dilakukan oleh orang lapangan, dan ini sudah dilaporkan oleh Nurlindra ke Polisi dan Polisi sebenarnya mengetahui itu,”tegasnya. 


Langkah Hukum dan Gugatan Perdata

Alasan apa sehingga Polisi menjadikan ini sebagai rana, menurut kesimpulan kami mereka berasumsi bahwa Nurlindra berjanji-janji. Ia janji itu bukan bersumber pada Dia, tapi Dia juga ditagih oleh orang lapangan dan janji-janji tersebut bagian dari wanprestasi akibat dari perikatan lisan tadi. Bukan janji ini merupakan kata bohong karena uang sudah diberikan. untuk melihat unsur pidananya, rangkaian kata-kata janji yang tidak terpenuhi itu bukan memenuhi unsur penipuan. 


“Kami akan melihat pada dua sisi, karena rangkaian perjanjian lisan atau perikatan yang dilakukan antara Nurlindra dengan Nuswanto, maupun dengan Nurwanti yang secara sepihak telah mengklaim sebagai sesuatu perbuatan yang merugikan mereka, maka kami akan mengambil langkah hukum juga untuk melaporkan mereka dan menggugat perdata. Karena mereka melakukan rangkaian kata bohong mereka melaporkan sesuatu yang menurut kami subjektif secara sepihak, karena kesepakatan-kesepakatan itu tidak dilakukan oleh mereka tapi dibebankan lagi. Padahal dari nilai yang disepakati itu Rp5000 per kilo fakta di lapangan sudah berubah bukan lagi Rp5000 seharusnya Rp7000 dan ini Nurlindra mengalami kerugian,”tukasnya.


Lebih Fatal lagi, Nuswanto dengan tipu muslihat datang membawa kwitansi yang telah dibuat, dengan catatan Rp100 juta sebanyak empat kali atau lima kali itu, seakan-akan dikirim uang padahal berdasarkan bukti transfer yang kami lihat dan print out rekening koran, ternyata uang yang dikirim tidak mencukupi sekian. karena Rp100 juta yang disepakati per kontainer itu tidak tercukupi. Ada fakta, dan nanti kita padukan dengan bukti-bukti itu ternyata uang-uang dari print out itu sendiri tidak sesuai jumlah dengan apa yang dikatakan, sehingga menandatangani kwitansi itu juga merupakan tindakan penipuan kepada Nurlindra. Ada unsur pidananya di situ. 


Bukti transfer Rekening Koran

Atas tindakan pihak kepolisian itu kami akan mengkaji, karena kami melihat juga ada beberapa hal Polisi juga terlalu gegabah dalam hal menindaklanjuti proses ini masuk ke tingkat penyidikan karena berdasarkan peraturan Kapolri terkait dengan SOP penyidik, Polisi itu mengawali dengan laporan informasi lalu melakukan tindakan penyelidikan bukan penyidikan. Mereka melaksanakan tugas dengan surat keputusan, atau surat tugas yang dikeluarkan oleh kapolres atau kasat atas nama Kapolres, namun fakta hukum yang ada pada kita proses ini tidak diawali padahal penyelidikan itu bagian dari tahapan awal proses penyidikan yang tidak dilakukan. 


Karena itu maka, kami tinggal melihat bahwa sebagai kuasa hukum kami memberikan ruang bagaimana caranya dua belah pihak ini menempuh upaya-upaya secara damai, jika upaya dan itikad baik ini para pihak berkeras untuk saling mempertahan maka kami juga siap untuk mengambil langkah-langkah hukum. Kami siap untuk berhadapan dan membuktikan semua hal itu di pengadilan, dan juga siap berhadapan menguji tentang tindakan kepolisian, kami juga siap untuk mengajukan gugatan perdata atas wanprestasi yang dilakukan oleh mereka. Karena ini murni ikatan perjanjian yang dilakukan antara Nurlindra maupun Nuswanto dan ini adalah perikatan, Bukan penipuan ataupun penggelapan. (*)

×
Berita Terbaru Update