Jurnalinvestigasi.com, Saumlaki - Sangat menarik fakta sidang lanjutan dari kasus penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas pada Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Tahun Anggaran 2020 yang rugikan negara Rp1,92 miliar lebih. Pasalnya, jika pada sidang sebelumnya eks Bupati Petrus Fatlolon menghindar dan membantah semua keterangan para saksi maupun kedua terdakwa bahwa semua yang diperintahkannya itu tidaklah benar, lantaran tak pernah dilakukan secara tertulis. Namun hanya bersifat himbauan semata.
Padahal, akibat dari segala perintah yang menjadi alibi si Petrus Fatlolon sebagai himbauan tersebut dan akhirnya menyeret para ASN-nya termasuk Sekdanya sendiri harus berurusan dengan masalah hukum dan karir mereka hancur. Namun kali ini pada sidang lanjutan, Kamis (28/3/2024) dengan agenda mendengar keterangan saksi, bukti perintah bekas bupati 1 periode ini makin terkuat dan diperkuat dengan bukti percakapan Petrus Fatlolon yang memberikan perintah kepada salah satu saksi yang kalah itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan era itu, dr. Juliana Chatarina Ratuanak, agar mengeksekusi perintahnya, padahal ketiadaan pos anggaran.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) KKT Ricky Santoso, dalam pertanyaannya kepada para saksi di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Ambon dan di hadapan Majelis Hakim, apakah hal biasa dalam birokrasi Pemda era itu adanya arahan atau perintah? Pertanyaan JPU ini, langsung dijawab Saksi dr. Juliana Chatarina Ratuanak bahwa dirinya pernah diperintah Petrus Fatlolon untuk harus melaksanakan sebuah kegiatan seminar tentang Logo Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT).
"Tengah malam saya ditelepon Petrus Fatlolon untuk harus melaksanakan seminar dan tanpa biaya. Saya katakan tak ada anggaran. Namun di Petrus tegaskan bahwa Saya tidak mau dengar lagu alasan tidak ada anggaran, itu harus dilaksanakan, karena SKPD lainnya sudah pakai stempel lain," tandas Saksi Juliana.
Dengan tekanan perintah dari si Petrus Fatlolon, akhirnya saksi harus mengeksekusi perintah tersebut tuk melaksanakan seminar itu. Kegiatan yang menelan ratusan juta itu, dilakukan tanpa tercantum dalam pos anggaran. Namun kemudian diiming-iming si Petrus akan mengakomodir dana itu nanti pada APBD Perubahan. Sayangnya hingga tutup tahun anggaran, ratusan juta itu tidak pernah dianggarkan kembali sesuai janji si Petrus.
"Ini buktinya pak Hakim dan JPU. Berkenan saya tunjukan," ujar Juliana yang akhirnya dinonjobkan si Petrus di ruang persidangan, serta sempat memutar rekaman yang sangat jelas merupakan suara si Petrus Fatlolon.
Bahkan kata Saksi Juliana, kalau bukan sekali eks pimpinannya itu (Petrus Fatlolon) melakukan perintah-perintah agar melaksanakan berbagai kebijakan yang tidak pernah dianggarkan. Menurut dia, angka Rp167 juta itu bukan jumlah yang kecil.
"Awalnya saya tidak mau rekam. Tapi terlalu besar perintah eks Bupati ini. Sekarang logo kabupaten telah digunakan resmi di Pemda dan semua lini di daerah ini. Tetapi anggaran itu tidak pernah dikembalikan. Saya gunakan uang pribadi saya, jika saat itu saya pakai pos anggaran dinas, mungkin sekarang saya juga harus bermasalah hukum, karena berulang kali dia perintah," tandasnya.
Ancaman Non Jobkan
Modus operandi si Petrus Fatlolon makin terkuak tuk merampok uang daerah dan kemudian mencuci tangan yang berujung terjerumusnya para mantan anak buahnya yang notabene adalah pejabat Pemda. Hal itu terungkap jelas, saat mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Yongky Soissa, memberikan keterangannya di persidangan.
Yongky mengaku dihadapan JPU dan Majelis Hakim bahwa dirinya kerap kali diperintahkan Petrus Fatlolon untuk mentransfer sejumlah uang ke beberapa pihak. Padahal kebijakan-kebijakan sepihak si Petrus tidak ada dalam pos anggaran.
"Jika tak laksanakan perintah Petrus Fatlolon ini, maka konsekuensinya ya dinonjobkan atau dipindahkan dari posisi jabatan itu," ungkap Yongky.
Dan lanjut Yongky, setelah melaksanakan transaksi transferan yang diperintahkan si Petrus Fatlolon ini, dirinya akan dipanggil kembali oleh Petrus Fatlolon guna mengkonfirmasi transaksi yang dilakukan. "Saya tahu perbuatan itu tidaklah benar, karena harus dicopot dari anggaran dinas, tapi karena Petrus Fatlolon adalah atasan saya, dan adanya tekanan dari eks Bupati ini, maka saya harus mentransfer uang dengan menggunakan uang pribadi saya," beber Yongky.
Masih melanjutkan, tanpa rasa bersalah, ketika transferan telah dilakukan kepada pihak yang diminta oleh Petrus Fatlolon, eks Bupati ini akan berucap memelas dengan kalimat pamungkasnya bahwa "Saya malu sudah menyampaikan kepada orang yang akan ditransfer, ternyata hanya di transfer sebagian" ujar Yongky menirukan ucapan si Petrus Fatlolon setiap kali memaksa dirinya untuk memenuhi jumlah uang yang disampaikan Petrus Fatlolon.
Tuntut Keadilan
Alhasil, dalam persidangan ini, para Saksi meminta keadilan dari Majelis Hakim, karena menurut mereka, baik diri mereka maupun kedua terdakwa (RBM dan PM) merupakan korban dari setiap kebijakan-kebijakan yang diperintahkan Petrus Fatlolon selama menjabat sebagai Bupati.
"Pak Ruben dan pak Petrus Masela tidak ada pilihan lain, mereka adalah korban dari perintah Bupati Petrus Fatlolon. Saya saja pernah diperintah Petrus Fatlolon untuk transfer uang ke tokoh Agama sebanyak dua kali transfer, ada juga perintah untuk siapkan tiket pesawat kepada orang yang diperintah bupati untuk dibantu," ungkap Yongky. (**)