-->

Notification

×

Iklan

Kebijakan Perdes Otemer Tentang Pungutan Desa Menuai Kontroversi

02 Maret 2024 | 4:43:00 PM WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-02T12:10:27Z


Jurnalinvestigasi.com, Saumlaki - Besaran jumlah tagihan untuk sekali masuk pada areal Pelabuhan Penyeberangan yang terletak di Desa Batu Putih (Otemer), Kecamatan Wermaktian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), terbilang fantastis.


Satu mobil dikenakan Rp50 ribu. Tentu meresahkan masyarakat pengguna jasa penyeberangan ke desa-desa sekitarnya.


Tagihan ini tertuang dalam Perdes Otemer Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pungutan Desa ini. Pemerintah desa Batuputih mulai memberlakukan tagihan sejak Januari 2024 lalu.


Bagi pengemudi Angkutan luar dengan tarif Rp50 ribu sekali masuk. Bahkan dalam sehari, jika ada angkutan luar yang berproses di lokasi itu, biaya tagihan tidak hanya satu kali, namun Pemdes menagih berkali-kali.


Kondisi ini tentu sangat memberatkan dan meresahkan pengguna jasa penyeberangan di lokasi itu.


Para pengemudi kepada media ini, Sabtu (2/3) mengaku resah. Apalagi kondisi perekonomian di Tanimbar yang cukup memprihatinkan belakangan ini.


Tak hanya untuk tagihan masuk areal pelabuhan, warga juga mengeluhkan biaya buruh bongkar muat. Para buruh menentukan nilai yang sangat memberatkan para pengguna jasa.


"Ini bukti karcis tagihan masuk. Kepala Desa Otemer, Musa Balak yang menandatanganinya. Nilai sangat besar bagi kami. Belum lagi biaya buruh dari mobil ke speedboat," ungkap seorang supir yang meminta agar identitasnya tidak di publish.


Sekretaris Desa Otemer, Amon Adiel Somarwane melalui saluran telepon membenarkan biaya tagihan itu. la mengaku, bisanya tagihan itu sudah sesuai Perdes.


Somarwain mengakui sebelum pihaknya menetapkan, pihaknya sudah melakukan konsultasi dengan Bagian Hukum Setda Kepulauan Tanimbar.


Sejumlah sopir maupun warga yang mengeluhkan besaran tagihan masuk pelabuhan maupun tarif jasa Buruh di lokasi tersebut berharap agar pemerintah daerah kembali mengkaji Perdes tersebut.


"Kami hanya masyarakat kecil yang bolak-balik di tempat ini untuk membawa berbagai kebutuhan warga desa sekitar," katanya.


Warga juga mendesak DPRD setempat, khususnya Komisi A mengkaji kembali Perdes yang telah diberlakukan. Sebab tidak ada penjabaran terkait biaya yang ada.


Kalau biaya masuk sebesar Rp20 ribu masih masuk akal. Biaya Buruh juga seenaknya mereka minta. Apalagi di Perdes tidak ada biaya Buruh.


"Kita kan semua saudara dan jangan saling menyusahkan. Pemda harus lihat dan sikapi ini," pinta sumber. (**)

×
Berita Terbaru Update