-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Petrus Fatlolon Kembali Terlibat Kasus Korupsi, Fakta-Fakta Terbaru di Persidangan

23 Desember 2023 | 3:20:00 PM WIB | 0 Views Last Updated 2023-12-23T08:20:38Z

Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com - Nama eks Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon kembali disebutkan dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terhadap terdakwa yang juga merupakan saksi mahkota. Jumat (22/12/2023). 


Kalau pada sidang pekan lalu, nama Petrus Fatlolon disebutkan menerima uang sejumlah Rp270 juta, yang diberikan mantan Bendahara BPKAD Kristina Sermatang, dengan pecahan nilai berbeda dan pernyataan Kristina itu dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dan telah dibantah baik oleh Petrus maupun Yonas, bahkan nominal tersebut juga telah dikembalikan alias disetor ke JPU KKT bersamaan dengan tibanya Petrus di Bumi Duan Lolat. 


Akan tetapi pada sidang hari ini yang berlangsung di Ruang Sidang Chandra, Pengadilan Negeri Ambon dan dipimpin oleh Hakim Haris Tewa. Nama Petrus kembali disebutkan, bahkan kali ini bukan saja mantan bendahara Kristina, tetapi juga mantan Sekretaris BPKAD Maria Goretti Batlayeri. Dimana uang senilai Rp50 juta diserahkan kepada Yonas untuk diberikan kepada Petrus, sesuai pernyataan Yonas bahwa ada permintaan uang dari mantan bupati Petrus Fatlolon.


Hakim Tewa dalam sidang tersebut, mengungkapkan kalau membaca hasil BAP sekitar tahun 2020, Maria Goretti diperintahkan oleh si Yonas untuk membawah uang sebesar Rp50 juta dan diserahkan kepada bupati Petrus Fatlolon. Mendapat pertanyaan tersebut, Kristina mengungkapkan bahwa benar adanya perintah Yonas untuk mengeluarkan uang kepada eks bupati Petrus.


“Akan tetapi kemudian untuk bawah uang itu kepada Petrus secara langsung, saya tidak lakukan. Biasanya lewat Maria Goretti,”ucapnya.


Mendengar pengakuan Kristina ini, sontak Hakim merasa heran, dan menanyakan kembali, mengapa sidang Minggu kemarin tidak menyampaikan hal ini. Tewa pun menambahkan kalau sidang kemarin dirinya sengaja membiarkan si Petrus dan para terdakwa ini saling berbicara. Alasan Hakim, karena ingin mengetahui mental baik dari si Petrus maupun para terdakwa ini. 


Yonas Batlayeri tetap membelah si Petrus, meskipun pada sidang lalu, si Petrus menyangkal si Yonas bahwa si Petrus tidak pernah berhubungan dengan si Yonas maupun eks bendahara Kristina, apalagi menyangkut permintaan uang darinya. 


"Kadang saya mau butuh uang dari bendahara, bisa juga saya pakai alasan untuk bupati," tandas Yonas.


Dengan mantapnya si Yonas membantah hasil BAP dari para eks anak buahnya, terkait aliran uang ke si Petrus. Menurut Hakim Tewa hanya ada dua kemungkinan untuk si Yonas yakni kemungkinan pertama adalah memang benar uang itu permintaan si eks bupati Petrus dan diberikan kepada Petrus ataukah kemungkinan kedua memang si Yonas inilah yang mau pasang badan untuk si Petrus.  


"Karena tidak mungkin mereka (bendahara dan sekretaris) tanyakan eks bupati Petrus. Saya lihat kemarin itu si Petrus sangat pede, sangat yakin kalau tidak terima duit," ujar Hakim Tewa.


Hakim Tewa terus mengejar si Yonas dengan bertanya pernah tidak Yonas menyampaikan kepada Maria Goretti untuk memberikan sejumlah uang kepada si Petrus. Namun tiba-tiba ingatan si Yonas menurun dengan menjawab Hakim, kalau dirinya lupa.  


Tak pelak, Hakim Tewa berkata, kalau apapun yang berhubungan dengan eks bupati Petrus, maka seperti kompak dan dikomando, para tersangka ini, khususnya si Yonas akan berdalih dengan berkata lupa alias tak ingat lagi. 


"Kenapa semua yang berhubungan dengan eks bupati kok semuanya lupa. Saya mulai tidak suka dengan ini," ujar Tewa.


Maria Goreti kembali menegaskan bahwa uang Rp450 juta untuk si Petrus, merupakan perintah si Yonas kepada dirinya. Kemudian dirinya melanjutkan permintaan itu ke Kristina selaku bendahara bahwa ada perintah si kaban Yonas bahwa ada permintaan uang dari si Petrus bupati. 


"Uang untuk bupati, saya serahkan ke kaban," aku Maria Goretti.


Dalam persidangan itu juga mengungkap fakta kalau eks bupati Petrus Fatlolon sering meminta uang dari kantor bendahara umum daerah itu. Dimana permintaan tersebut selalu melalui si Yonas selaku kaban. 


"Seberapa sering kaban minta? Dari catatan bendahara Rp450 juta untuk eks bupati Petrus. Biasa kalau minta duit untuk si Petrus gimana?" Tanya Hakim Tewa kepada Kristina.


Alhasil, Kristina membeberkan kalau sangat sering si Petrus meminta uang dan permintaan tersebut disampaikan melalui si Yonas dan si Yonas meminta pihaknya untuk siapkan duit-duit untuk si Petrus. 


"Kaban sampaikan bawah tolong siapkan uang untuk bupati. Dan itu berkali-kali minta," tegas Kristina. 


Mendengar pengakuan terdakwa Kristina, Hakim Tewa bertanya berapa estimasi permintaan uang-uang tersebut. Dengan lugas, Kristina menyebutkan nominal diantaranya Rp50 juta, Rp30 juta, Rp100 juta, Rp25 juta dan Rp15 juta. 


"Memang benar si Yonas ini pasang badan. Kiu buta. Entahlah, apakah ada deal-deal politik dengan bupati," ujar Hakim Tewa.


Hal itu dinyatakannya, dengan argumen kuat dari pengamatan dirinya selama persidangan, khususnya saat momen kehadiran eks bupati Petrus Fatlolon. 


"Kemarin itu bupati pede sekali. Sikap kalian hari ini dan kemarin saat dipertemukan dengan bupati," ungkap Tewa. 


Sebab menurut Hakim Tewa, para terdakwa begitu sungkan. Berbeda ketika ke-6 terdakwa ini berhadapan dengan pihak BPK, DPRD bahkan wartawan. Dimana para terdakwa akan bersikap keras dengan para saksi tersebut. Namun berbanding terbalik, ketika giliran Hakim menghadirkan eks bupati. 


"Giliran berhadapan dengan bupati, kalian lombo," tandas Hakim


Bahkan Hakim Tewa mengungkapkan jika gestur para terdakwa ini tak luput dari pengamatan mata tajamnya. Mengingat gestur merupakan  suatu bentuk komunikasi non-verbal dengan aksi tubuh yang terlihat mengkomunikasikan pesan-pesan tertentu, baik sebagai pengganti bicara atau bersamaan dan paralel dengan kata-kata.


"Saya lebih percaya apa yang disampaikan bendahara Kristina, karena pasti bendahara punya catatannya," tandas Hakim 


Fakta baru juga mencuat yakni adanya penggunaan uang dari SPPD fiktif ini untuk nikahan anak bupati di Bali. Hakim Tewa mempertanyakan pemakaian uang tersebut dengan tujuan ke Bali guna menghadiri nikahan anak si Petrus.


Penasehat Hukum (PH) 5 terdakwa (Maria Goreti, Kristina, Liberata, Yoan dan Erwin) Anthony Hatane, memperingatkan kliennya agar berkata jujur. Hal ini harus kembali diingatkannya, lantaran dalam sidang tadi, Majelis Hakim telah mengingatkan bahwa nasib para terdakwa ini berada di tangan mereka masing-masing. Dari semua ini, inisiatif siapakah untuk membuat SPPD fiktif tersebut. Kompak 5 terdakwa ini mengaku kalau inisiatif tersebut datang dari si Yonas. 


Hatane kembali mempertanyakan kepada mereka ber-5 apakah perbuatan untuk merampok uang negara ini, sama sekali tidak diketahui oleh bupati. Pasalnya dari pengalaman, baik sekda maupun bupati pasti mengetahuinya. 


"Saya minta kejujuran kalian semua, ada penyampaian ke bupati Petrus atau tidak?"


Sayangnya lagi-lagi si Yonas menutup rapat hal ini. Dengan hanya menyebutkan bahwa untuk APBD, dirinya mendapat arahan dari PLH. Sekda Ruben Moriolkossu. Padahal era itu, dirinya tidak pernah berkoordinasi dengan Moriolkossu, mengingat baik sekda Ruben Moriolkossu dan Yonas, sama-sama sedang berebut siapa yang bakal dipilih si Petrus sebagai sekda definitif. 


Sedangkan uang untuk BPK, dirinya menyebutkan arahan dari Inspektur Jeditha Huwae. Sementara uang untuk si Petrus sahabat karib si Jonas, mengaku kalau tidak pernah menyerahkan uang apapun untuk Petrus. 


Mendengar pengakuan tersebut, Hakim Tewa menirukan apa yang dikatakan si Petrus pada persidangan lalu bahwa tidak ada makan siang yang gratis. 


Menurut Tewa, sebagai hakim, pihaknya lebih melihat pada sikap batin dari para terdakwa ini, yang nanti pihaknya gabungkan dengan fakta yang ada, kemudian BAP dan lainnya.


Dengan demikian, Hakim berpesan kepada para terdakwa ini untuk dari sekarang, berusahalah menyelamatkan diri masing-masing. Mengingat ke-6 terdakwa ini adalah tim inti dari semua kegiatan, semua kebijakan. Lantaran banyak kepentingan di sana.


Alhasil, Hakim Tewa mengusulkan kepada JPU bahwa korupsi dana SPPD ini dilakukan secara berjamaah. Maka itu, dalam penuntutan nanti, tuntutlah para terdakwa ini sesuai dan sepadan dengan dengan peran mereka. 


"Tolong tuntut mereka sesuai fakta di persidangan. Banyak pencuri, banyak maling di Tanimbar sana. Modal malaikat saja," kata Hakim Tewa, yang menambahkan pesan agar sebelum penuntutan tanggal 5 Januari 2024 mendatang, kerugian negara Rp6,6 miliar ini telah dikembalikan. 


"Manfaatkanlah waktu ini dengan baik, sehingga bisa menjadi pertimbangan," pesan Tewa mengakhiri sidang. (Nik Besitimur)

×
Berita Terbaru Update