Jurnalinvestigasi.com, Saumlaki - Eks Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon terlihat kembali memberikan keterangan yang tidak benar di depan Majelis Hakim dalam sidang kasus Tipikor terkait penyalahgunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas BPKAD.
Hal ini menjadi keprihatinan karena seorang mantan pejabat harus mengutamakan kejujuran dan integritas dalam memberikan kesaksian di pengadilan.
Keterangan yang tidak benar dari Petrus Fatlolon menimbulkan keraguan terhadap keberlanjutan kasus ini. Majelis Hakim harus kritis dan berhati-hati dalam memeriksa bukti dan kesaksian yang diajukan untuk mencapai kebenaran. Keterbukaan dan objektivitas dalam proses peradilan menjadi hal yang sangat penting demi penegakan hukum yang adil dan tegas.
Pada kasus ini, Petrus telah melakukan tuduhan yang serius terhadap lembaga dan beberapa anggota DPRD. Ia mengklaim bahwa terdapat permintaan uang kepada 25 orang pimpinan dan anggota DPRD melalui Ricky Jauwerissa, Wakil Ketua II DPRD.
Setiap anggota DPRD akan mendapatkan uang senilai Rp50 juta. Tuduhan ini sangat serius dan mempengaruhi reputasi lembaga dan beberapa anggota DPRD yang terlibat. Harus dilakukan investigasi menyeluruh untuk mengetahui kebenaran dari tuduhan ini jika tuduhan ini tidak terbukti, maka perlindungan dan rehabilitasi reputasi bagi lembaga dan anggota DPRD yang terlibat harus dilakukan.
Proses hukum yang adil dan transparan harus dijalankan agar tuduhan ini dapat diproses dengan baik dan keadilan dapat terwujud serta kepercayaan publik terhadap lembaga DPRD tetap terjaga.
Faktanya, tidak pernah ada pertemuan pribadi antara Petrus dan Ricky selama tahun 2020, seperti yang dituduhkan Petrus di hadapan Majelis Hakim. Pertemuan antara Petrus - Ricky, baru terjadi di tahun 2021.
Pada tahun 2021, terdapat pembahasan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tahun anggaran 2020 yang dibahas. Dalam pembahasan tersebut, terjadi deadlock LPJ yang mengharuskan eks bupati untuk mengundang Ricky selaku pimpinan sidang saat itu.
Mereka bertemu secara pribadi di kediaman pribadi di Desa Sifnana untuk membahas masalah tersebut, dalam rangka memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran agar mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak terkait.
"Pertemuan terjadi tanggal 6 Agustus 2021 di rumah Petrus dan bukan tahun 2020 seperti yang Petrus ungkapkan dalam sidang kemarin," tandas Jauwerissa kepada Wartawan, Minggu, (17/12/2023).
Dia menambahkan, di Bulan Agustus 2021 itu, setibanya di rumah pribadi Petrus, setelah saling menyapa antara keduanya, Petrus langsung melontarkan pertanyaan, "aduh, teman-teman DPRD itu mau apa lagi" dan tidak pernah menyebut angka atau lobi-melobi seperti yang diucapkan Petrus.
Pada tahun 2021, terjadi penolakan terhadap Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tahun 2020 yang menjadi bukti akan adanya permasalahan. Hasilnya, Petrus mengundang Ricky ke tempat tinggal pribadinya untuk membahas masalah ini. LPJ tahun 2020 tersebut ditolak oleh tiga fraksi, menunjukkan adanya ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap pelaksanaan tugas dan kinerja yang dilakukan.
Pembayaran UP3 yang dituduhkan oleh Petrus adalah tidak benar. BPK RI telah memberikan rekomendasi kepada Pemda dan DPRD bahwa UP3 harus diakui sebagai hutang dan dilakukan pembayaran sesuai aturan. Tindakan ini bertujuan agar UP3 dapat tercatat sebagai aset yang dapat dilakukan pembayaran. Oleh karena itu, tudingan Petrus terhadap pembayaran UP3 hanya merupakan isapan jempol semata.
"Artinya bahwa DPRD melaksanakan rekomendasi BPK dan bukan karena keinginan pribadi saya agar pembayaran UP3 ini bisa terlaksana," tandas Ricky.
Sedangkan terkait pernyataan Petrus bahwa ada uang yang mengalir ke 25 anggota DPRD melalui lobi-lobi Ricky, hal itu telah dibantah langsung oleh Petrus sendiri dalam persidangan bahwa dirinya tidak memenuhi permintaan tersebut. Dengan pengakuan tersebut, membenarkan dengan sendirinya Petrus telah mengklarifikasi sendiri bahwa benar tidak ada uang yang mengalir ke lembaga tersebut. (Nik Besitimur)