Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
JAKARTA, Media Jurnal Investigasi -Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana mengakui bakal calon presiden (bacapres) yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto berpeluang menggandeng Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal ini seturut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia minimal capres dan cawapres berusia 40 tahun dan atau berpengalaman sebagai kepala daerah.
"Karena memang itu yang sedang ditunggu oleh para politisi gitu ya, karena berulang kali mereka berkomentar soal (cawapres pendamping Prabowo) itu ya tergantung putusan MK hari ini," kata Adit kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/10/2023).
Di Kutip Dari Inilah.com Adit kemudian mengungkapkan soal peluang Prabowo menang di Pilpres 2024 setelah menggandeng Gibran. Ia menyebut, belum ada jaminan bacapres yang juga ketua umum Partai Gerindra itu memenangi pilpres. Pasalnya, kata Adit melanjutkan, sejauh ini belum ada pasangan calon (paslon) yang menunjukkan elektabilitas di atas 50 persen. Oleh karena itu, Pemilu 2024 lebih berpeluang menjadi dua putaran.
"Karena juga Gibran sendiri elektabilitasnya kalau menurut survei kami di pekan lalu Juni 2023 cuma 5 persen, masih jauh gitu ya maksudnya, jauh di bawahnya Etho (Erick Thohir), kemudian Sandiaga, dan Ridwan Kamil. Jadi dari sisi itu, tidak ada jaminan kalau (Prabowo-Gibran) itu pasti akan langsung menang," ujarnya.
Meski begitu, Adit menyebut, putusan MK itu berujung pada Peraturan KPU (PKPU) terkait pendaftaran capres-cawapres. Direktur Eksekutif Lembaga Riset dan Konsultasi Publik Algoritma ini menilai, proses konsultasi dengan Komisi II DPR terkait perubahan PKPU akan lebih mudah.
"Saya yakin KPU akan gerak cepat menyusun draf revisi, itu pasti akan masuk otomatis ke PKPU yang terbaru. Cuma apakah itu konsultasinya dengan DPR mudah, saya yakin itu juga akan mudah gitu ya," ujarnya.
"Karena ini sudah seperti agenda setting, tinggal menunggu persetujuan dengan DPR, dan DPR itu juga hanya dengan Komisi II, dia tidak perlu dengan pimpinan DPR," kata Adit menambahkan. (*)