Ilustrasi
Banyuasin, jurnalinvestigasi.com – Demi membuka peluang kepada anak-anak bangsa dalam menyukseskan Pemilu 2024, inovasi Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU-RI) sudah sangat tepat dengan merubah sistem perekrutan calon penyelenggara dengan cara membuka pendaftaran berbasis online.
Dengan cara dan sistem terbuka bagi siapapun yang berminat untuk mengikuti kompetisi di dalam perekrutan calon penyelenggara Pemilu tahun 2024 yang sekaligus untuk menguji kemampuan, kapasitas, kapabelitas dan loyalitas anak-anak bangsa.
Di dalam pelaksanaan tes ada dua metode serta tahapan yang harus dilalui oleh para peserta calon penyelenggara Pemilu, baik Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) maupun Panitia Pemungutan Suara (PPS), di antaranya tes tertulis Computer Assisted Test (CAT) dan tes wawancara.
Namun, sungguh sangat disayangkan banyaknya peserta CAT yang memiliki scoor tinggi bahkan tertinggi pun justru tumbang dalam tes, mereka dinyatakan gugur dalam tes wawancara. Publik menilai, seharusnya jika untuk uji kompetensi serta mencari nilai secara murni, maka justru tes CAT lah yang layak dijadikan standar penilaian.
Salah satu di antaranya dari beberapa orang peserta tes wawancara PPS yang gugur menyampaikan kepada awak media, ”Sebenarnya apa dan bagaimana standar penilaian untuk menentukan kelolosan dalam tes wawancara?, Toh pertanyaannya hanya biasa-biasa saja. Kami curiga kalau ada dugaan permainan,” ujarnya.
Di sisi lain, saat beberapa peserta tes wawancara PPS yang gugur lainnya dikonfirmasi oleh awak media seputar materi dalam tes wawancara, mereka menyebutkan bahwa pertanyaannya adalah (1) apa kepanjangan dari PPS dan KPPS, (2) siapa Ketua KPU RI, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan lain lain. Ada juga yang menyebutkan “Siapa Ketua PPK?" imbuh peserta gugur lainya”.
Digali dari berbagai sumber informasi yang diperoleh dari para peserta yang gugur tes wawancara PPS, diduga bahwa materi serta jumlah soal yang disajikan antara peserta satu dan lainya tidak ada kesamaan. Ditambah opini-opini Publik yang berasumsi adanya dugaan-dugaan tekanan relasi kuasa.
Ironis lagi, bahwa diduga masih ada para peserta penyelenggara Pemilu tahun 2024 yang sudah lolos dan dilantik sebagai PPK di Kecamatan Muara Sugihan memiliki rangkap jabatan, dua orang di antaranya sudah menjabat sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD), dan seorang oknum guru yang baru diangkat P3K.
Hal tersebut dengan jelas telah melanggar peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 40 Tahun 2021 huruf (g), serta etika dan profesi TPP yang diatur dalam Kep. Mendes PDTT Nomor 40 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan masyarakat disebut pada etika profesi TPP huruf (g) angka 1 dan huruf (b) angka 18, yakni terkait larangan TPP, bahwa TPP dilarang menduduki jabatan pada lembaga yang sumber pendanaan utamanya berasal dari APBN, APBD, dan APBdesa.
Camat Muara Sugihan, Willi Ardiansyah, S.IP, M.Si saat dikonfirmasi oleh awak media via WhatsApp pada Sabtu, 04/02/2023 pukul 13.07 WIB, terkait masalah itu menuturkan “Harusnya dia milih salah satu itu kando, dak katik koordinasi nian PPK nih sama Kecamatan dan Kades-kadesnyo”.
Dikutip dari laman 'Detik News' pada 04/01/2023, penjelasan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Leegito, “Temuan adanya para guru honor, perangkat desa direkrut jadi Ad hoc Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan Gubernur dan Wakil, Bupati dan Wakil, Walikota dan Wakil itu sudah melanggar aturan”.
Begitu pun Kepala Desa, Perangkat Desa, dan BPD, mereka dilarang terlibat dalam politik praktis sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan UU Nomor 7 tahun 2017 pasal 280 ayat 2.
Kesimpulan dari bentuk protes mereka adalah agar KPU RI, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten atau Kota dapat mengevaluasi ulang terkait perekrutan para petugas penyelenggara Pemilu 2024, sehingga tercipta rasa keadilan, kejujuran, dan sportifitas dalam rangka mewujudkan suksesnya Pemilu dan Pemilukada ke depan yang kredibel dan berintegritas.
Sumber : Portal media online dinamikapendidikan.com