-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Abdul Toyib Sepakat UU desa Di Revisi, Demi Kedaulatan Desa

22 Februari 2023 | 2:00:00 AM WIB | 0 Views Last Updated 2023-02-22T01:06:34Z
Abdul Toyib Saat Menghadiri Kegiatan Simposium Desa di Hotel Grand Paragon, gajah Mada, Jakarta 

JAKARTA,Jurnal Investigasi.com - Memperingati 9 Tahun UU desa, DPP APDESI melaksanakan Simposium yang di ikuti lebih kurang 2500 kepala desa dari berbagai organisasi dan dari berbagai daerah yang bertajuk " Urgensi revisi UU desa no 6 tahun 2014 membangun Indonesia dari desa".


Simposium tersebut di buka langsung oleh Mendagri Tito karnavian di hotel grand Paragon, gajah Mada, Jakarta pada Minggu,(19/2)


Abdul Toyib, Kepala Desa Ciborelang kecamatan Jatiwangi kabupaten Majalengka,Jawa barat juga selaku Pengurus DPP APDESI dari Kabupaten Majalengka ketika di minta pendapatnya  menyatakan Sepakat atas sejumlah permohonan dari beberapa organisasi kepala desa seluruh Indonesia ketika menghadiri simposium desa di Jakarta.


Menurut nya apa yang di minta para kepala desa sudah dalam kajian analisis bersama


" Ketika menghadiri simposium desa di Jakarta, kita sepakat perlu adanya beberapa permohonan dan evaluasi demi kedaulatan desa, ada 14 permohonan yang kami ajukan untuk masuk dalam revisi UU desa no 6 tahun 2014," Ungkap Abdul Toyib Kepada Jurnal investigasi, Selasa,(21/2)


Lebih lanjut Abdul Toyib membedah pembahasan tentang desa ketika kegiatan simposium tersebut, 14 permohonan yang di ajukan mengulas tentang berbagai hal yang selama ini menjadi polemik di pemerintahan desa

" Ada 14 hal yang kami ajukan dalam kegiatan simposium desa di Jakarta kemarin, tentu hal tersebut sudah kami bikin kajian analisis mana yang perlu di evaluasi dan di dorong dalam rencana revisi UU desa oleh DPR RI dan Pemerintah nanti, intinya revisi UU desa Harga mati" Tambah nya


Dokumen yang di terima jurnal investigasi memuat 14 entry point permohonan para kepala desa, berikut rangkuman intisari diantaranya


- Perlunya penyesuaian atau persandingan undang undang no 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dengan undang undang no 6 tahun 2014 tentang desa serta penyesuaian undang undang no 11 tahun 2020 tentang ciptakerja


- Kewenangan penuh desa mengatur arah pembangunan sebagaimana di atur dalam undang undang desa no 6 tahun 2014 tidak seperti sekarang yang di atur oleh peraturan kementrian desa .


- sumber penghasilan Tetap yang layak bagi  kepala desa, perangkat desa dan BPD  bersumber dari APBN yang di tuangkan dalam APBdes berbasis kinerja serta jaminan asuransi kesehatan, bukan seperti sekarang  bersumber dari APBD yang tertuang dalam Alokasi dana desa di anggap tidak sepadan dengan jam kerja aparatur pemerintah desa yang bekerja 24 jam serta tidak terjamin nya asuransi kesehatan

- Tunjangan kerja kepala desa sebesar 3-5% di atur secara makro dalam penggunaan nya di dana desa, bukan di atur oleh kementrian desa karena kebutuhan dan wilayah masing-masing desa berbeda.

- Masa jabatan kepala desa dan BPD dari 6 tahun menjadi 9 tahun maksimal secara berturut-turut ataupun tidak (pasal 39 dan pasal 56 di UU desa)

- penetapan alokasi dana desa sebesar 10% dari APBN setelah di kurangi subsidi dan pembayaran pinjaman/utang negara, bukan 10% dari dana perimbangan pemerintah kabupaten/kota dalam APBD setelah di kurangi Dana alokasi khusus, 10 % dari APBN akan membuat desa maju,mandiri dan menjadi pusat pertumbuhan mengingat 90.1% warga Indonesia tinggal di pedesaan.

- Desa ingin adanya koordinasi penuh dari pelaksana tugas baik dari pemerintah pusat,provinsi,daerah ke wilayah desa terkait program pemerintah, termasuk tugas tugas yang bisa di limpahkan ke desa,  karena banyak program pemerintah dari kementrian dan lembaga yang tidak ada koordinasi terhadap pemerintah desa. Contoh kecil soal pendataan BPS, pendataan penduduk miskin tidak melibatkan pemerintahan desa namun ketika ada masalah kembali ke desa, dan data tidak up to date

- Pemilihan kepala desa bisa berhadapan dengan KOTAK kosong, bukan dengan calon boneka, serta sengketa pemilihan kepala desa, pemilihan kepala desa dan BPD di lakukan secara serentak untuk menciptakan efesiensi dan demokrasi yang lebih sehat.


Terpisah acara simposium desa yang di gelar di Jakarta tersebut juga di hadiri ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, Ketua MPR sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menuturkan, Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sejatinya lahir dari tujuan mulia untuk mewujudkan kemajuan dan pemberdayaan desa. Antara lain melalui peningkatan prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama.


Menurut Bamsoet, sapaan akrab Bambang, Undang-Undang Desa juga dimaksudkan sebagai stimulan bagi terbentuknya pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka serta bertanggung jawab. Setelah 9 tahun, UU Desa diberlakukan, tentunya menjadi hal yang wajar bagi segenap pemangku kepentingan untuk melakukan evaluasi dan bermawas diri, apakah amanat mulia yang melatar-belakangi lahirnya Undang-Undang tersebut telah dapat diwujudkan secara optimal.


Ketua DPR ke-20 ini menegaskan, hadirnya aturan turunan dari UU Desa, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana diubah terakhir dengan PP Nomor 11 Tahun 2019, dan PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana diubah terakhir dengan PP Nomor 8 Tahun 2016, harus mampu mengejawantahkan semangat awal yang ingin diwujudkan dari lahirnya UU Desa.

Hadir dalam acara ini antara lain Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua Umum DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Surta Wijaya, Ketua Umum DPN Persatuan Perangkat Desa Indonesia Widhi Hartono, dan Ketua Umum DPP Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional Indra Utama. (*)

×
Berita Terbaru Update