JAKARTA,Jurnal Investigasi.com -Mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri, Agus Nurpatria, kesal setelah mengetahui peristiwa tembak menembak yang diceritakan oleh eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo merupakan kebohongan semata. Ia merasa ditipu oleh mantan atasannya itu.
Kesaksian tersebut disampaikan Agus saat menjadi saksi dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua dengan terdakwa Richard Eliezer, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Berawal dari kuasa hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy, yang menanyakan perihal apakah Agus mengetahui siapa pelaku yang melakukan penembakan di kepala Yosua.
Di Kutip Dari kumparan Pada awal peristiwa terjadi, Agus mengaku hanya tahu bahwa semua tembakan di tubuh Yosua merupakan tembakan dari Eliezer. Termasuk, peluru yang mengarah ke kepala bagian belakang Yosua. Sebab, saat berada di lokasi kejadian, cerita itu yang disampaikan kepadanya.
”Saudara saksi tahu yang menembak di kepala siapa?" tanya Ronny di persidangan yang digelar Senin (28/11).
”Tidak tahu, cuma pada waktu kita interogasi semua tembakan itu Richard,” jawab Agus.
Agus mengeklaim baru mengetahui peristiwa tembak menembak itu belakangan. Bahwa cerita itu merupakan skenario.
Agus mendengar informasi itu dari mantan Karo Paminal Hendra Kurniawan ketika hendak ditempatkan dalam tempat khusus (patsus). Keduanya ditempatkan di patsus karena dinilai terlibat membantu Sambo.
Keduanya ditempatkan secara khusus di markas Brimob Kepala Dua. Saat itu, mereka tengah menjalani proses etik dalam peristiwa tewasnya Yosua.
Sebelum masuk patsus, Hendra menelepon Agus dan mengatakan bahwa keduanya telah dibohongi oleh Sambo lewat skenario tembak menembak di Kompleks Polri Duren Tiga.
"Waktu itu sebelum dipatsus Pak Hendra telepon saya, Pak Hendra bilang 'Gus kita dikadalin'," ucap Agus.
"Maksudnya apa dikadalin?" tanya Ronny.
"Dibohongi, saya sempat mengumpat juga 'kita dikadalin Bang'," kata Agus yang kini menjadi terdakwa kasus obstruction of justice pembunuhan Yosua.
Mengetahui kebenaran, Agus merasa sangat kecewa. Dia pun melampiaskan kekecewaannya dengan mengumpat.
"Bagaimana perasaan saksi?" tanya Ronny.
"Saya kecewa," jawab Agus.
"Apa rasa kecewa Saudara saksi? Reaksi saudara saksi?" tanya Ronny.
"Itu saya mengumpat 'masak kita dikadalin, dibohongi'. Dibohongi waktu itu saya sempat mengumpat juga, 'anjing, kampret, masa kita dikadalin, bang. Tega sekali sih, bang'," kata Agus.
Sejak awal kasus ini mencuat, informasi soal peristiwa yang terjadi sehingga menewaskan Yosua adalah adanya tembak menembak antara korban dengan Eliezer. Tembak menembak tersebut terjadi karena Eliezer memergoki Yosua yang melecehkan Putri Candrawathi.
Cerita itu pula yang disampaikan oleh Sambo kepada bawahannya di Propam Polri hingga level teratas Kapolri. Cerita itu juga yang disampaikan Polri ke publik.
Namun, dakwaan jaksa mengungkap bahwa skenario itu diduga dibuat oleh Sambo untuk menutupi peristiwa sebenarnya. Yang terjadi, justru adalah eksekusi yang dilakukan oleh Sambo kepada Yosua.
Sambo memerintahkan Eliezer menembak Yosua sebanyak 3-4 kali, diakhiri tembakan pamungkas oleh Sambo ke arah kepala Yosua.
Di dakwaan, disebutkan bahwa hal itu dilakukan oleh Sambo karena mendengar cerita Putri yang dilecehkan oleh Yosua. Namun tak dijelaskan lebih jauh soal pelecehan itu. Sementara dalam nota keberatan atau eksepsi, Sambo menjelaskan peristiwa pelecehan yang terjadi yakni Yosua melecehkan istrinya di kamar di Rumah di Magelang. Bahan Yosua membanting hingga menodongkan pistol ke arah Putri.
Hal itu yang memicu kemarahan Sambo dan merencanakan pembunuhan Yosua. Dalam prosesnya juga, peristiwa di Duren Tiga sempat disamarkan dengan skenario. Enam bawahan Sambo turut dijerat dalam obstruction of justice atau merintangi penyidikan. Salah satunya adalah jenderal bintang 1, Hendra Kurniawan.
Kini para terdakwa dalam kasus ini tengah diadili. Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf dijerat dengan Pasal 340 atau 338 KUHP.
Sementara para terdakwa obstruction of justice, Sambo, Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria Adi Purnama, dan Irfan Widyanto, dijerat dengan pasal 49 KUHP juncto Pasal 33 UU ITE atau Pasal 233 KUHP atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)