masukkan script iklan disini
Tarakan, Jurnalinvestigasi.com —
Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara Provinsi Kalimantan Utara, Fajar Mentari kembali soroti kemacetan yang terjadi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Tarakan yang diakibatkan oleh antrian truk-truk pengangkut timbunan yang menyedot Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi saat diwawancara oleh awak media pada Sabtu (01/10/2022).
Pada pemberitaan sebelumnya juga disebutkan adanya dugaan keterlibatan oknum TNI dalam kegiatan proyek penimbunan lokasi PT. Tarakan Chip Mill. (TCM)
Hal ini pun bergulir kencang di tengah masyarakat Kalimantan Utara, khususnya di Tarakan. Laju informasi melalui berita media online telah menjadikannya perbincangan banyak orang. Wajar saja menyita perhatian publik, bagaimana tidak jika tidak sedikit media online yang memberitakannya.
Sebelumnya juga telah diungkapkan oleh pria yang akrab disapa FM ini, bahwa setelah dicocokkan nomor polisi kendaraan dan sticker kode perusahaan antara truk yang antri di SPBU dan truk yang beraktivitas di lokasi proyek itu sama.
Hal itu diyakininya karena bukti-bukti yang dikantonginya dari hasil invesitigasi. Selain membuntuti sembari merekam segala bentuk aktivitas truk-truk yang mengantri di SPBU, pihaknya juga telah melakukan upaya konfirmasi guna memastikan kebenaran informasi yang diterima dari hasil investigasi.
Dalam konfirmasinya, FM telah mempereroleh hasil keterangan konfirmasi oleh Humas TCM yang akrab disapa Angga yang didampingi oleh salah satu unsur manajer pihak TCM pada senin (19/09/2022).
FM menyebutkan ada 3 vendor perusahaan yang menyuplai timbunan tanah ke perusahaan yang ditandai dengan kode sticker masing-masing sesuai hasil konfirmasinya dengan Humas TCM. Sebagaimana juga dibenarkan oleh Humas TCM, bendera perusahaan tersebut adalah Tiber Jaya Mandiri (TJM), PT. Camfilo, dan Primer Koperasi Kartika Tarakan (PKKT) alias Army sebutan bekennya.
Di satu sisi Angga selaku Humas pihak TCM mengaku senang jika persoalan terkait penggunaan minyak subsidi ini diangkat di pemberitaan, pasalnya dengan mengantrinya truk-truk milik kontraktor di SPBU, target mereka kadang meleset lantaran berharap dari BBM bersubsidi. Padahal kontraknya sudah jelas untuk menggunakan BMM non subsidi sebagai acuannya, sehingga pihaknya tidak mau tahu yang dalam arti semua harus sesuai target, karena disebutnya alasan perjanjian kontrak yang 'berbicara'.
Di sisi lain, Lie Siong Hwa atau yang akrab disapa Ahwa selaku kontraktor TJM saat dikonfirmasi via telepon WhatsApp pada Rabu (21/09/2022), juga mendukung jika persoalan ini dimunculkan ke permukaan publik melalui pemberitaan media massa, hanya saja bertolak belakangnya adalah menyalahkan owner yang dalam hal ini dimaksud pihak TCM yang dituntut seharusnya bisa menyediakan BBM harga industrinya.
Hal senada juga disampaikan oleh Doni mewakili TJM saat dikonfirmasi pada Kamis (22/09/2022), menurutnya pihak TCM tidak mengakomodir harapan mereka. "Silahkan diliput, tapi sasarannya ke TCM sana!, karena mau tidak mau orang (supir truk) 'kan larinya ke sana , karena dari pihak perusahaan (TCM) tidak bisa mengakomodasi kenaikan harga yang diminta (harga BBM), sementara bahan bakar minyak udah naik melambung," keluh Doni.
Doni adalah perwakilan dari pihak TJM yang disampaikan oleh Ahwa kepada awak media untuk mewakilinya, karena Ahwa berhalangan hadir menepati janji untuk wawancara tatap muka langsung pada Kamis pagi (22/09/2022) lantaran ada kegiatan mendadak yang membuatnya harus berangkat keluar daerah.
Menurut Doni, hal itu merupakan imbas dari murahnya harga yang ditentukan dalam kontrak. "Jadi mau nggak mau, masyarakat 'kan harus begini (antri BBM bersubsidi di SPBU). Kita juga sebetulnya nggak mau di situ (antri di SPBU untuk beli BBM subsidi), cuma perusahaan (TCM) nggak peduli gitu 'kan. Kita udah berapa kali minta justifikasi harga, segala macam, tapi tidak direspon 'kan, karena teman-teman driver 'kan butuh makan. Jadi 'kan dia nggak salah juga," dalih Doni.
"Mengantri di situ (SPBU) 'kan nggak salah juga, cuma 'kan mengganggu gitu loh. Secara normatif, ini 'kan nggak salah, karena 'kan memang disediakan untuk mereka. Persoalannya 'kan mereka ramai, itu aja 'kan, karena menimbulkan antri, menimbulkan antrian panjang gitu 'kan," sambung Doni berdalih
Saat Doni ditanya soal truk-truk siapa saja yang mengantri di SPBU selain truk dari pihak TJM? "Bercampur pak, dari Kodim ada, dari Camfilo ada, gitu 'kan," jawab Doni.
Dalam konfirmasinya, Doni juga mengakui adanya keterlibatan 3 orang oknum TNI aktif dalam pengerjaan penimbunan proyek tersebut, yang diduga berinisial DJ, SS, dan FT. Doni menyebutkan dalam truktur organisasi di lapangan, DJ merupakan pimpinannya.
FM menuturkan, jawaban Doni merupakan argumentasi yang tidak argumentatif, alasannya dinilai sebagai kecelakaan berpikir. "Karena harga untuk TJM dalam kontrak itu non subsidi, jadi apa pun alasannya itu tidak dibenarkan. Prosedur harus tetap sesuai kontrak dong. Jangan TJM tetap dapat untung, sementara supir truk disuruh jadi 'kambing hitam'. Nah, kalau Doni beralasan si supir cuma cari makan, toh pencuri sama perampok tambak juga cari makan, tapi 'kan cara mencari makannya tidak lantas itu bermakna harus dengan cara-cara yang menabrak aturan," bantah FM.
Kemudian terkait dugaan keterlibatan langsung oleh TNI aktif dalam giat proyek, menurut FM ini masih butuh konfirmasi pak Dandim untuk 'A1'nya.
"Namun yang pasti bahwa larangan TNI berbisnis atau jadi pengusaha itu 'kan sudah diejawantahkan secara gamblang dalam ketentuan umum Undang-undang (UU) Nomor 34 tahun 2004 pada pasal 39 ayat 3. Jadi sudah jelas ya, ada aturan yang mengikat," terang FM.
"Termasuk soal TNI aktif terlibat langsung mengurusi koperasi untuk kedok berbisnis. Yang diperbolehkan itu keluarganya atau pensiunan TNI. UU-nya sama, cuma pasalnya aja yang beda, kalau larangan berbisnis diatur dalam pasal 39, dan kalau larangan masuk struktur pengurus koperasi itu diatur dalam pasal 76. Koperasi atau yayasan tidak boleh dijadikan alat kamuflase oleh seorang prajurit TNI aktif yang apalagi untuk tujuan berbisnis yang tentu berorientasi pada profit seeking (cari untung)," imbuhnya.
Atas adanya dugaan keterlibatan oknum TNI, FM mengaku telah mencoba mengonfirmasi Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) Tarakan melalui pesan WhatsApp. "Beliau cuma menjawab terimakasih dan nanti akan ditindaklanjuti. Entah sudah sampai di mana tindaklanjutnya, karena saya juga masih menunggu konfirmasi balik dari Beliau soal kapan ada kesempatan waktu di tengah kesibukannya sebagai seorang pejabat publik untuk berkenan membincangkan persoalan ini dan sekaligus bersilaturahmi," ucap FM.
Keterangan lainnya juga diperoleh dari hasil konfirmasi yang disampaikan oleh Anton Gunawan dari pihak Camfilo pada Kamis (22/09/2022). Selaku juru bicara mewakili Hamzah atau dikenal dengan sebutan Budi Camfilo. Anton mengaku jika Camfilo memiliki 38 unit truk. Dan dari 38 unit tersebut, 31 unit truk berasal dari luar Tarakan, dan selebihnya ada 7 unit truk lokal yang terkadang masih antri di SPBU. 7 unit tersebut juga diakomodir dalam manajemen Camfilo, alasannya pihaknya tidak mungkin menutup pintu kepada truk-truk lokal yang ingin bergabung, meskipun truk-truk tersebut sering absen dalam kegiatan manajemen Camfilo, khususnya kegiatan penimbunan proyek TCM.
"Beda status dengan truk yang kami datangkan dari luar. Kalau truk lokal ini statusnya freelance di Camfilo. Kalau ada job (pekerjaan) diluar, mereka ambil solar sendiri, ke SPBU lah mereka. Tapi kalau ikut sama kami ditanggung solarnya menggunakan solar non subsidi," jelas Anton saat ditemui di Kafe Boss’Q di bilangan Jalan Kusuma Bangsa, Tarakan Timur.
Dikatakan Anton, tidak ada aturan yang mengikat dalam manajemen Camfilo bahwa jika truk tersebut absen semisal dalam sehari itu memperoleh sanksi, baik itu berupa denda ataupun dikeluarkan haknya dari manajemen Camfilo.
"Karena mereka tetap mendatangkan manfaat untuk Camfilo. Justru pihak kami yang rugi kalau mengeluarkan mereka, karena mereka tetap membawa keuntungan kalau ikut job kami, Camfilo selalu diuntungkan setiap mereka gabung job kami. Jadi kami sama-sama diuntungkan, sifatnya simbiosis-mutualisme," terang Anton.
Alasan yang disampaikan Anton tentang mengapa mereka lebih memilih job luar ketimbang job yang sifatnya sudah jelas punya rutinitas aktif setiap hari adalah karena kebetulan mereka truk lokal yang sudah beroperasi jauh sebelum adanya penimbunan proyek TCM, yang sudah dikenal oleh masyarakat lokal untuk dihubungi jika ada permintaan jasa angkut, pendapatannya lebih besar karena harga yang ditawarkan oleh TCM memang di bawah standar pada umumnya, atau biaya BBM lebih hemat karena jaraknya lebih dekat dari titik muat ke titik bongkar. Sehingga alasan itu dianggap wajar dan bisa dimaklumi.
Saat Anton ditanya soal siapa saja vendor perusahaan selain Camfilo dan adanya dugaan keterlibatan TNI aktif dalam pengerjaan proyek di TCM, dirinya enggan menjawab yang baginya sudah di luar kapasitasnya. Anton hanya mau menjawab pertanyaan jika itu di seputar ranah manajemen Camfilo.
Adapun informasi yang diterima menyangkut 3 titik pengambilan muatan timbunan. 2 di antaranya hak milik TCM yang bukitnya hanya dipindah ke lahan milik TCM juga, sehingga itu menjadi alasan untuk tidak perlu mengantongi Izin Galian C, cukup mengantongi Izin Penataan dan Pemotongan Bukit (IPPB).
Namun di 1 titik lainnya, berdasarkan keterangan Doni, diakuinya bahwa bukit di titik yang digarap TJM itu adalah lahan milik warga yang dijual bukitnya kepada TCM. Dengan kata lain ada pengomersialan, telah terjadi transaksi yang mestinya tidak lepas dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dikisaran Rp.6.000,- / kubik untuk pajak galian C-nya.
Informasi lain yang diperoleh, bahwa sempat terjadi benturan antar supir truk yang berlainan pihak manajemen. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa TNI dilarang berbisnis adalah demi menghindari konflik kepentingan.
"Prinsipnya bahwa pihak TCM harus menindak tegas berupa adanya sanksi kepada vendor-vendor yang nakal, karena pengakuan dan bukti telah terkonfirmasi. Mereka telah merugikan negara, dan menyusahkan masyarakat dengan terganggunya kelancaran beraktivitas pengguna jalan lantaran antrian panjang di SPBU sebagai akibat tidak mengindahkan prosedur. Apabila tetap diakomodir, maka TCM dianggap mendukung kegiatan ilegal tersebut. Toh kalau cuma sebatas memperbaiki sistemnya juga tidak akan mengembalikan kerugian yang sudah ditimbulkan," pungkas FM.
Catatan redaksi :
Sumber referensi : TNI Aktif Dilarang Bisnis dan Menjadi Struktural Pengurus Koperasi
Larangan TNI aktif berbisnis dilatarbelakangi oleh peran tugas dan fungsi TNI sebagai alat negara. Jika anggota TNI aktif menjabat menjadi pengusaha atau melakukan aktivitas bisnis dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan yang berdampak pada terganggunya profesionalitas anggota TNI.
Sebagaimana hal yang menjadi agenda penting dan amanat besar reformasi sektor keamanan di Indonesia ialah menempatkan TNI sebagai alat utama sistem pertahanan dengan mendorong keluar militer (TNI) dari kegiatan berbisnis. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena
1) keistimewaan TNI dalam mengelola dan mencari sumber dana secara independen akan membuat TNI menjadi lembaga yang terlalu otonom, sehingga akan memperlemah kontrol pemerintah,
2) kegiatan berbisnis yang dilakukan TNI akan membuat lembaga tersebut tidak optimal dalam menjalankan tugas-tugasnya untuk membela negara terhadap ancaman dari luar dan memperkuat keamanan, karena waktu dan tenaga mereka akan terbagi antara berbisnis dan bertugas, dan
3) kegiatan bisnis militer dalam beberapa kasus berpotensi melahirkan berbagai tindak kejahatan, korupsi dan pelanggaran HAM.
Agar TNI bersih dari isu yang miring, maka sesuai amanat UU No. 34 Th. 2004 tentang TNI, prajurit TNI aktif tidak boleh menjalankan bisnis baik secara langsung maupun tidak, termasuk menjadi pengurus koperasi dan yayasan, dengan kata lain tidak boleh ada kaitan struktural dengan TNI. Prajurit TNI tidak bisa dipakai untuk mengurusi itu.
Negara harus meningkatkan semangat profesionalitas TNI dan mendukung segala bentuk penguatan fungsi pertahanan dalam kerangka menegakkan kedaulatan NKRI dengan membatasinya dalam hal tidak menjadikan peran militer sebagai pengusaha atau pebisnis.
Yang terpenting sekarang adalah penguatan fungsi pertahanan dalam menjaga kedaulatan NKRI. Energi militer haruslah difokuskan sepenuhnya di sana, tidak dengan membuat bias menjadikan militer memerankan fungsi pengusaha yang sifatnya profit oriented.
Baca juga :