(Foto/Radartarakan/jawapos) |
Kaltara, Jurnalinvestigasi.com — Tidak semua hal bisa kita beli pakai uang. Meskipun anggaran memberitahu kita tentang apa saja yang tidak bisa kita beli, tapi itu tidak menghalangi kita untuk membelinya. Namun satu hal yang harus diperhatikan bahwa apa yang kita beli dan bayar merupakan bagian dari diri kita sendiri.
Termasuk isu suap di sektor pemerintahan yang sedari dulu sudah terkenal di mana-mana. Betapa suap dan godaan uang telah menghinakan.
Istilah korupsi, kolusi, nepotisme, suap, gratifikasi, pembobolan, mark up, artinya sama-sama tidak jujur, artinya "tidak punya pancasila", dalam artian sama-sama tidak menuju ke keadilan sosial. Dengan kata lain merampas nyawa kehidupan lain.
Seperti yang dilansir dari berbagai sumber, Tim Hukum Gubernur Kaltara, Sulaiman yang bertindak sebagai pelapor, dan didampingi oleh kuasa hukumnya Mukhlis Ramlan yang juga sebagai anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Kalimantan Utara di bidang Pencegahan Korupsi melaporkan sejumlah oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terduga "nakal" ke Polda Kaltara untuk ditindak lanjuti.
Mereka dilaporkan atas dugaan praktik jual-beli jabatan dalam proses mutasi dan promosi pejabat Eselon III dan IV di lingkungan Pemprov Kaltara.
"Kronologinya saya ditelepon kawan di Pemprov, dan saya ditanya, apakah saya terima uang?, karena nama saya dicatut menjanjikan sesuatu lantaran saya dekat dengan Pak Gubernur," ucap Sulaiman pada Ahad (24/7).
“Kami sudah melaporkannya ke Polda Kaltara, bahwa salahsatu oknum ASN di BKD (Badan Kepegawaian Daerah) dengan inisial Y telah melakukan dugaan praktik jual-beli jabatan di Pemprov Kaltara," imbuh Sulaiman.
Y diduga menempatkan operatornya di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada di lingkungan Pemprov Kaltara.
Terpisah dari keterangan Mukhlis Ramlan (MR) kepada awak media, dikatakannya bahwa pelaporan yang dilakukannya ke pihak kepolisian semata-mata untuk menghentikan praktek lancung tersebut.
"Ada beberapa orang yang melaporkan kepada kita, terkait praktik jual-beli jabatan tersebut," kata MR.
Oknum pegawai tersebut yang belakangan diketahui adalah ASN di BKD Kaltara, kata Mukhlis ternyata tidak bekerja sendiri. Dia dibantu oleh oknum pegawai lainnya yang ada di OPD Pemprov Kaltara.
Selain itu, diutarakan MR, bahwa oknum pegawai tersebut juga mencatut nama Gubernur untuk menjanjikan posisi tertentu di Pemprov Kaltara. Ada pun temuannya berupa bukti untuk dijadikan pendukung dasar pelaporannya.
"Ada orang-orang yang mengatasnamakan orang dekat Gubernur, mereka semua itu sudah kami laporkan termasuk alat bukti yang kami terima," sergahnya.
Dalam wawancaranya, diungkapkan MR, bahwa dalam kasus dugaan jual-beli jabatan administrasi dan fungsional pada pelantikan yang dilaksanakan pada 6 Juli 2022 lalu, jumlah korbannya kurang lebih 50 orang.
"Atas dasar itu, kami membuat laporan ke Polda Kaltara terkait dugaan suap jual-beli jabatan di Pemprov Kaltara. Kami laporkan satu orang inisial Y, dan ada dua orang lainnya di Bapenda dan Dinas Sosial, mereka menawarkan untuk mutasi kemana dan promosi kemana," tutur MR.
Tak hanya itu, MR juga menuturkan bahwa pelaporan tersebut dilakukan karena sekaligus untuk membersihkan citra atau nama baik Gubernur Kaltara yang dicatut untuk menguntungkan kepentingan sekelompok oknum pegawai nakal.
Menurutnya perbuatan tersebut merupakan hal yang sangat memalukan, sehingga mendorongnya untuk mengambil tindakan hukum untuk menegaskan bahwa Gubernur Kaltara tidak pernah memerintahkan perbuatan hina tersebut.
"Kami ambil tindakan hukum untuk meluruskan bahwa Gubernur Kaltara (Zainal A. Paliwang) tidak pernah mengutus siapapun, memerintahkan siapapun untuk negosiasi transaksional untuk jabatan di pemprov," lanjut MR menegaskan.
Kini pihaknya menyerahkan proses hukum kepada Polda Kaltara untuk mengungkap praktek jual-beli jabatan tersebut.
"Kami serahkan ke Polda Kaltara untuk mengungkap kasus ini, karena ini hal yang sangat memalukan," pungkas MR. (*)