Kab Bekasi, Jurnal Investigasi.com - Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) yang berasal dari Aspirasi Dewan Provinsi, APBN Tahun 2022, Rp 195.000.000, dengan Nomer Kontrak, HK.02.01/PPK OPSDA IV Av/P3TGAI/154/2022, 105 Hari Kalender.
Seharusnya di kerjakan harus sungguh–sungguh untuk keperluan petani namun nampak terlihat asal jadi di Kampung pacing wetan, Desa Waringinjaya, Kecamatan Kedung Waringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang mana kegiatan tersebut bangunan fisik yang di kerjakan oleh kelompok P3A Tani Waringinjaya Makmur, Sabtu (28/05/2022)
Pekerjaan irigasi tersebut diduga tidak sesuai dengan Spek umum pembangunan karena dilihat minimnya mutu dan kualitas pada bangunan, pasalnya, pelaksanaan pembagunan irigasi itu dikerjakan tanpa upaya teknis pengeringan saluran air di Lokasi tersebut. Selanjutnya awak media berupaya menemui pihak – pihak yang terkait, terutama Ketua kelompok P3A Namun belum dapat ditemui.
Ketika awak media konfirmasi ke pihak pekerja untuk ketinggian 80cm, keterangan tukang. Pas dilakukan pengukuran hanya tingginya 55cm, tidak sesuai fakta di lapangan jelas sudah mengurangi volume dan tidak sesuai RAB. Ketika kami cek posisi banjir, tidak dipasang cerucuk bambu, tidak ada galian pondasi bawah jelas terlihat pekerjaannya asal-asalan pasang batunya dipendam di lumpur dan tidak ditata, diduga adukan saat dituang kurang masuk kesela-sela batu dan adukan kurang semen sehingga dapat menyebabkan keropos dan mudah terkelupas matrial batunya, nampak tidak terikat kuat bahkan pasangan batunya asal jadi
Menanggapi pembangunan P3-TGAI Tani Waringinjaya Makmur tersebut, menjadi Sorotan Lembaga Swadaya Masyarakat Suara Independen Rakyat Adil (LSM SIRA), Yusup Supriatna Kepala Koordinator Divisi Pengawasan Investigasi Se-jabar, Menilai, Pelaksanaan Kegiatan Swakelola yang dilaksanakan oleh kelompok Mitra Air P3-TGAI Tani Waringinjaya Makmur terkesan tidak sesuai spesifikasi. Selain kurangnya mutu dan kualitas disebabkan minimnya galian pada pondasi bangunan secara maksimal.
“Kelihatannya tidak ada galian Pondasi bangunan, tentunya pekerjaan leningan akan berdampak buruk terhadap kualitas serta merugikan pengguna manfaat khususnya petani sekitar,” ujarnya.
“Saya rasa, lanjut Yusup, bangunan ini layak dipertanyakan, anehnya lagi, pendamping ataupun konsultan terkesan sengaja tutup mata dan telinga, ada apa sebenarnya, jelas sekali bahwa pasangan batu itu pun digenagi air, bagaimana irigasi seperti itu bisa bertahan lama, dan mengurangi kualitas material yang tidak sedikit,” ungkapnya.
Pekerjaan pembangunan leningan yang disinyalir terkesan amburadul, itu sepertinya tanpa pengawasan yang ketat, lantas dimana peran serta fungsi Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dan Konsultan Manajemen Balai (KMB), diharapkan jangan sampai program ini dilaksanakan hanya untuk penyerapan anggaran semata, sementara fungsi dan manfaat serta kualitas bangunan tidak tercapai.
"Dan kami akan melayangkan surat ke Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) Bandung Jawa Barat.
Sampai berita ini di terbitkan pihak pendamping dan Kelompok Tani kegiatan belum bisa di temui,"tutupnya.
(Team Sr)