-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Pemerintah Diminta Pertegas Aturan Pelaksanaan Pemagangan Perusahaan dan Kemitraan Kerja

25 April 2022 | 1:48:00 AM WIB | 0 Views Last Updated 2022-04-24T19:16:38Z

 


Jakarta, Jurnalinvestigasi.com-Aturan Ketenagakerjaan yang ada saat ini belum mengatur dengan tegas tentang pelaksanaan Magang dan Kemitraan hubungan kerja.

Dengan begitu, perusahaan mudah menyalahgunakan program magang mereka untuk mendapat tenaga kerja murah yang dalam beberapa kasus mengarah pada praktek perbudakan modern.

Sebagaimana diketahui, Pelaksanaan magang sendiri mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 yang di antaranya mengatur hak pekerja magang seperti memperoleh bimbingan dari instruktur, memperoleh uang saku yang layak, hingga diikutsertakan dalam jaminan sosial.

Demikian disampaikan oleh Direktur Yayasan Forum Adil Sejahtera, Pelikson Silitonga saat dijumpai diselah-selah acara Sarasehan "Praktek Perbudakan Modern Dalam Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia" dalam rangka memperingati Hari Kartini dan menyambut Hari Buruh 1 Mei, di Jakarta, Minggu (24/4/2022).

Persoalan magang, menurut Pelikson sudah lama dan dibiarkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan yang selalu berlindung dibalik bahwa belum punya regulasi dan pengawasan sangat lemah, padahal hala tersebut sudah sering disuarakan para pekerja/kaum buruh.

"Kalau memang diatur soal kemitraan bikin donk regulasinya, tapi kalau memang itu dilarang dan itu melanggar hubungan kerja didalam regulasi ketenagakerjaan, ya dilarang gitu, dalam artian pengusaha tidak diperbolehkan merekrut tenaga kerja dan sistem nya dibuat kemitraan, pilihan nya itu , kalau mereka tidak bersikap di dua pilihan itu, itu artinya adalah pemerintah sudah melakukan pembiaran," pinta Pelikson.

"Pembiaran itu kan ujung ujungnya penderitaan tenaga kerja Indonesia," sambungnya dengan tegas.

Kalau memang ada, kata Pelikson, diakuin segera dan dibuat aturannya, diatur ketentuannya bagaimana kemudian larangannya bagaimana dan sanksinya apa, tapi kalau memang tidak diperbolehkan, haruslah dilarang dan pemerintah harus ada ketegasan.


"Itu harapan kita sebenarnya, karena makin banyak serekalan, dulu itu kita temukan supir sekarang ini sudah disektor sektor lainnya itu soal kemitraan dan pemagangan itu sudah banyak, saya pikir itu harapan kami di repleksi dihari Kartini disamping regulasi lain yang perlu kami kritisi," harapnya.


Dalam acara tersebut turut hadir Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan, Dinar Titus Jogaswitani. Ia mengatakan bahwa pihaknya belum mengatur dengan tegas soal Kemitraan Kerja namun hal tersebut menjadi tugas atau PR bagi Kementerian Ketenagakerjaan.




"Kenyataannya dilapangan tidak seperti yang diharapkan, tapi ketentuan kami belum mengatur kesana, namun kami rangkul untuk perlindungan, apapun kemitraan adalah Ketenagakerjaan, kami selalu cari cara dan kami selalu prihatin, namun kami tidak punya alat untuk bisa merangkul makanya kami terus berusaha cari cara agar semua unsur bisa terlindungi oleh Undang Undang, " jelasnya.


"Untuk itu, serahkan ini kepada kami semua nya, ini urusan kami, kalau kemitraan memang kami akui, bahwa karna kmi belim ada alat tapi kami anggap ini sebagai PR untuk menyelesaikan hal itu," sambungnya.


Kemudian, soal pemagangan, menurutnya, itu yang kurang adalah ada kelemahan dalam pengawasannya.


"Ketentuan sudah ada tapi rata rata nakalnya perusahaan selesai tidaknya menganggap atau melakukan bahwa itu bukan kunjungan kerja tapi adalah kunjungan mitra, mestinya pengawas datang jangan langsung ditolak, lihat dlu kasusnya apa kalau bukan kunjungan kerja ya tinggal," katanya.


Sementara itu, Ketua Umum Federasi Gabungan Serikat Buruh Mandiri, Sukaria menilai Pemagangan dan Kemitraan Kerja yang terjadi selama sangat bertentangan dengan apa yang selama ini serikat buruh harapkan.


Ketua Umum FGSBM,Sukaria.

Menurutnya, pemagangan itu paling lama itu satu tahun yang tujuannya adalah menciptakan tenaga kerja yang handal, tenaga kerja yang berkualitas setelah mereka selesai pemagangan mereka akan direkrut bekerja ditempat dimana mereka bermagang.


"Tapi yang terjadi adalah pemagangan semacam penyalahgunaan atau penyelundupan hukum yang diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, sudah ada sebenarnya maupun cipta kerja bahwa itu dimanfaatkan oleh pengusaha pengusaha yang Emang tidak bertanggung jawab yang dalam hal ini mengambil keuntungan sepihak dan pemagangan dilakukan secara terus menerus, bisa setahun, dua tahun, bahkan 4 tahun dan 5 tahun," jelas Sukaria.



Disitu tentang aturan pemagangan, kata Sukaria, tetap dilakukan tapi upahnya, cara kerjanya, misalnya jam kerjanya, waktu kerjanya, bentuk kerja nya, itu sama dengan pekerja biasa pada umumnya dengan karyawan tetap yang di perusahaan itu.


"Tapi ternyata upahnya itu separoh, 50% dari pada upah yang UMP/UMK yang telah ditentukan oleh pemerintah kabupaten ataupun kota," lanjut Sukaria.


Sukaria menambahkan, bahwa hal tersebut sebenarnya bukan saja tanggungan jawab yang diserahkan kepada pekerja dengan kepada pengusaha tapi juga harus ada keterlibatan Negara dan tanggung jawab Pemerintah dalam hal ini Kementerian enteri Ketenagakerjaan.



"Dengan merilis, harus memberikan ketegasan kepada siapa saja yang melanggar bahwa Pemagangan itu terutama bagi yang pemula bukan bagi orang orang yang kerjanya bertahun-tahun," tegas Sukaria.


Ini sekali lagi, kata Sukaria, kalau itu masih dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kemnaker, itu artinya pemerintah tidak mampu untuk menciptakan tenaga kerja dan dimanfaatkan oleh pengusaha pengusaha yang memang untuk menghindari kewajibannya sebagai pengusaha membayar hak dan kewajiban kepada para pekerja.


"Maka itu, pemagangan harus ditinjau ulang, pemagangan harus ditegakkan dan ditegaskan bahwa pemagangan itu hanya boleh dilakukan maksimal satu tahun dan itu tidak boleh berlanjut, selebihnya dia harus dijadikan karyawan tetap di Perusahaan itu,"


Kemudian, terkait Kemitraan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh beberapa perusahaan, menurut Sukaria, seharusnya itu ada diatur di Undang-Undang UMKM itu beda porsinya bukan pengusaha.


"Dalam perjanjian Kemitraan, upahnya itu semacam borongan yang kerjanya itu seperti pada umumnya karyawan tetap, ketika karyawan itu melakukan kesalahan misalnya ada terlambat dia diberi sanksi bahkan dipecat karena dalam perjanjian itu adalah kemitraan tidak berhak dengan uang pesangon tidak boleh menuntut inidan itu," ungkap Sukaria.


Apa bila terjadi perselisihan, lanjut Sukaria, tidak bisa dalam perjanjian dimuat bahwa berdasarkan KUHPerdata bukan berdasarkan hubungan industrial yang seharusnya ketika terjadi perselisihan dibawa ke Hubungan Industrial, distu ada Bipartit, Mediasi, ada PHI, tapi dsini bahwa perjanjian itu dibawa kepada Pengadilan Negeri setempat dimana perjanjian itu dibuat.


"Ini tanggung jawab pemerintah berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Dir Hubungan Industrial dan hubungan kerja Menaker itu adalah pemerintah belum mengatur terkait masalah aturan masalh Kemitraan tapi dilapangan sudah terjadi banyak di Jabodetabek terkait masalah Kemitraan," katanya.


Maka dengan ini, kata Sukaria, atas nama Ketua Umum FGSBM menyampaikan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan segera menindak Pengusaha yang melanggar aturan Ketenagakerjaan terkait masalah Kemitraan.


"Karena itu ada kemitraan itu sampai kerja 19 tahun yang kita urus kasusnya sampai hari ini tidak mendapatkan haknya dia sebagai pesangon dan dia bukan berakhir kemitraan tapi dia adalah hanya satu kesalahan tidak masuk diakal, hanya dia lambat memberikan surat jalan kepada perusahaan nya itu besok nya sudah tidak bisa masuk," tutup Sukaria. (Wan)



×
Berita Terbaru Update