Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com - Masyarakat hukum adat Seira Blawat, Kecamatan Wermaktian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku minta dihentikan pengoperasian dan eksploitasi telur ikan terbang di perairan 51 Seira, karena dalam pengelolaan potensi kelautan, tidak dilakukan secara tradisional sesuai dengan hak adat kelautan. Jumat, (22/04/2022)
Hak ulayat atas laut tersebut sudah merupakan tradisi adat yang berlangsung secara turun temurun di Seira, dan itu dihormati oleh masyarakat hukum adat. ternyata tidak sepenuhnya diakui secara luas baik itu pemerintah maupun pengusaha nelayan andon dari Sulawesi Selatan yang kerap melakukan eksploitasi telur ikan terbang secara berlebihan, sejak tahun 2021 hingga kini mulai dilanjutkan kembali.
"Kedudukan masyarakat hukum adat di Seira Blawat jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 pada pasal 21 ayat (4) huruf b secara tegas menyebutkan bahwa "mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat lokal," ucap Frans Wuritimur saat ditemui Wartawan di kediamannya. Senin, (20/04/2022).
"Ada semacam kemudahan terkait izin yang diberikan oleh Pemerintah untuk para pengusaha dan nelayan andon Sulawesi selatan ini, namun seakan-akan mereka pun tidak bisa membuka ruang komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan seperti masyarakat hukum adat yang ada pada wilayah pesisir, jika demikian maka kami masyarakat hukum adat Seira Blawat meminta agar hentikan aktifitas pencarian telur ikan terbang oleh nelayan andon sulawesi selatan,"ungkapnya.
Dikatakan, kesatuan masyarakat hukum adat di Seira Blawat merupakan salah satu pengakuan dari Pemerintah dan ini merupakan bagian administratif yang harus dijaga kemudian menjadi kewajiban hukum bagi pihak lain dalam melaksanakan operasi telur ikan terbang di perairan 51 Seira.
Terhadap realitas yang terjadi, selain aturan hukum positif yang mengatur pengelolaan sumber daya alam laut dan pesisir, ditemukan juga aturan hukum adat. Hukum adat yang masih hidup dan berkembang dalam masyarakat mengatur sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di wilayah-wilayah laut dan pesisir.
Penguasaan serta eksploitasi telur ikan terbang oleh nelayan Sulawesi selatan di wilayah pesisir dan laut 51 Seira antara kesatuan masyarakat hukum adat bisa saja dimungkinkan terjadinya konflik sosial
Diketahui bahwa, masyarakat pesisir yang ada pada wilayah petuanan/ulayat masyarakat hukum adat, dikuasai oleh nelayan atau para pengusaha luar yang memiliki modal besar menggunakan alat canggih, sehingga masyarakat hukum adat sekitar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Seira akan sangat sulit mendapatkan ikan dan sumber daya laut lainnya, seperti Budidaya Rumput laut.
"Dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran laut akibat beroperasinya kapal-kapal nelayan andon seperti perjalanan masuk dan keluar kapal-kapal nelayan andon pada pulau-pulau kecil yang menjadi sasaran seperti Pulau Ngolin bagian barat, In dan Ngorafruan yang mengakibatkan usaha petani budidaya rumput laut dua tahun terakhir ini mengalami gagal panen.
Rumput Laut mengalami Gagal Panen
Fakta yang terjadi di awal tahun 2022 sampai saat ini, para petani budidaya rumput laut masih mengalami gagal panen awalnya sejak tahun 2021 pada saat masuknya kapal-kapal nelayan andon di Perairan Seira.
"Saat ini, kapal-kapal nelayan andon Sulawesi Selatan ini sudah ada dan beroperasi seperti tahun sebelumnya lagi, kami sangat kuatir akan terjadi musibah yang sama pada dua tahun terakhir akan terulang lagi. Kami masyarakat Seira hampir 75% adalah petani rumput laut yang menggantungkan harapan dalam pengolahan budidaya rumput laut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Untuk itu kami sangat mengharapkan perhatian dan kepedulian Pemerintah Daerah dalam melihat persoalan ini,"tegasnya.
Pengusaha perikanan yang sudah memiliki modal besar ini karena mereka kantongi izin dari pemerintah, maka mereka terus leluasa memasang rumpon di daerah yang berdekatan dengan wilayah tangkap dan budidaya rumput laut masyarakat hukum adat, nanti pada akhirnya sumber daya ikan menjadi berkurang pada wilayah tangkap masyarakat, dan menciptakan sirkulasi air yang tidak baik untuk pembudidayaan Rumput laut.
"Saat ini sudah ada masyarakat Seira yang memiliki kapal sendiri untuk melakukan operasi penangkapan telur ikan mereka pun belum punya izin, sementara nelayan Sulawesi selatan ini mengantongi izin jelas, nanti dampak negatif yang ditimbulkan, pasti ada konflik karena yang punya ijin harus berkuasa lebih dari masyarakat lokal," tuturnya.
Hukum adat di Seira Blawat merupakan realitas sejarah bahwa sampai sekarang kesatuan masyarakat hukum adat masih tetap ada, menggeliat dan menjadi corak pemanfaatan di pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Yang lebih pokok sebenarnya perlu ada pengakuan secara dejure, dan pengakuan hukum terhadap keberadaan mereka serta menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku, karena ini berhubungan pada dimensi yang lebih luas tentang alokasi sumber daya pembangunan, partisipasi dan dukungan Pemerintah." Tutupnya.