Pakar Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi,
Jakarta, Jurnalinvestigasi.com-Pakar Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi, menilai keberadaaan Penjabat Kepala Daerah Gubernur, Bupati dan Walikota dalam mengantisipasi kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota pada pemilihan umum serentak nasional di seluruh wilayah negara kesatuan republik indonesia pada tahun 2024 sudah sesuai dengan grand design maksud pembentuk UUD 1945 yang merumuskan pemilihan gubernur, bupati dan walikota dipilih secara demokratis yang dituangkan tata cara pelaksanaannya melalui undang - undang.
"Kebijakan open legal policy pembentuk undang - undang dengan menyatukan pemilihan serentak Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinisi, DPRD Kab / Kota, Gubernur, Bupati, Walikota pada rezim pemilu tahun 2024 merupakan pendelegasian kewenangan penuh amanat konstitusi kepada pembentuk undang - undang untuk merumuskan design ideal tata cara model varian pemilihan gubernur, bupati dan walikota," kata Rullyandi kepada wartawan, Kamis (17/2/2022).
Rullyandi menjelaskan, dengan implikasi terbentuknya pembaharuan model varian pemilihan serentak yang diperluas dalam tatanan pemilihan umum dan pilkada pada tahun 2024 tentunya membawa suatu konsekuensi pada pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdampak pada kekosongan jabatan kepala daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak 2024.
Pembentuk Undang-Undang, kata dia, telah memutuskan kebijakan suatu keadaan yang mendesak dan berdampak kurun waktu 2022 hingga 2024 dengan berpedoman pada asas kepastian hukum.
"Prinsip yang demikian menempatkan pengaturan penjabat kepala daerah guna mengisi kekosongan hukum (rechts vacuum) jabatan gubernur, bupati dan walikota (vide pasal 201 ayat 9 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada) dalam bentuk rezim satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan sebagai pilihan konstitusional yang dikenal dalam nomenklatur best practice penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang dengan demikian mengesampingkan pilihan perpanjangan masa jabatan yang tidak lazim dan tidak dipraktekan dalam konteks kekosongan jabatan gubernur, bupati dan walikota yang terdampak dalam penyelenggaraan pilkada," jelasnya.
Gagasan pembentuk Undang-undang dengan menempatkan konstitusinalitas kebijakan keberadaan penjabat kepala daerah dalam menghadapi pemilu serentak nasional tahun 2024 telah berjalan sesuai pandangan Mahkamah Konstitusi pada pertimbangan halaman 324 putusan MK No. 55/PUU - XVII/2019.
"Yang pada intinya MK menilai bahwa varian model keserantakan pemilu tetap dinilai konstitusionalitas dalam UUD 1945 salah satunya model varian penyelenggaraan pemilu serentak nasional Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD, Gubernur, Bupati dan Walikota," tutupnya. (Aswan)