Pengrusakan tempat usaha tersebut milik seorang pelaku usaha di pasar Omele Saumlaki, yang disinyalir sebagai dampak dari munculnya pemberitaan soal dugaan terjadinya Pungutan Liar (Pungli) terhadap sejumlah pelaku usaha di pasar Omele - Saumlaki, Oleh Kepala UPT Dinas Perindag dan Naker KKT, sejak September 2021.
"Praktek pungutan liar terhadap sejumlah pelaku usaha di pasar Omele tersebut sampai saat ini, belum ada tindak lanjut dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Kabupaten Kepulauan Tanimbar", Ungkap Etus Batkunde kepada wartawan Jumad (25/02/2022) melalui pesan pribadi WhatsApp.
Pelaku usaha yang juga sebagai korban atas dugaan pengrusakan terhadap tempat usahanya, sangat resah terhadap pembiaran oleh Pemda Kepulauan Tanimbar atas tindakan yang sangat merugikan daerah dan masyarakat, serta proses penegakan hukum yang lamban oleh aparat Penegak hukum oleh Polres Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Etus Batkunde mengatakan, Indikasi terjadinya dugaan pengrusakan terhadap tempat usaha saya dan penganiayaan dan kekerasan bersama oleh Satpol PP gadungan terhadap saya, adalah dampak dari saya beritakan di media bahwa adanya dugaan terjadinya pungutan liar (Pungli) terhadap pelaku usaha di pasar Omele oleh Kepala Pasar bersama anggotanya.
"Masyarakat sebagai pelaku usaha yang berdomisili di pasar omele, sebagian besar mengeluh bahwa adanya tagihan retribusi oleh Kepala Pasar bersama Anggotanya dengan tekanan-tekanan tertentu. Bahwa, kalau tidak bayar maka lapaknya dibongkar. jadi dalam keadaan terpaksa para pelaku usaha membayarnya. ada yang membayar di kantor UPT Disperindag, dan ada juga yang ditagih oleh anggotanya di tempat usaha masing-masing, pembayarannya tidak diberikan Kuitansi", Tuturnya.
Lanjut Batkunde, "Saya melihat tindakan tersebut adalah tindakan yang merugikan Daerah dari segi pendapatan asli daerah (PAD) karena diduga, pungutan tersebut tidak disetor ke Pemerintah Daerah melalui Dinas Badan Pendapatan Daerah.
Ada beberapa Pelaku Usaha yang berdiam di gedung putih 02 dan 03, yang menyewa tanah pemda dan bilik bangunan. Kita sudah melakukan pembayaran sewa ke Kepala Pasar, namun kita tidak diberikan kuitansi serta pembayarannya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Selain itu, misalnya ada yang sudah bayar duluan namun jika dikemudian hari ada pelaku usaha lain yang ingin membayar dengan jumlah uang yang lebih besar maka tanah atau bilik usaha tersebut dialihkan ke pelaku usaha yang bersangkutan.
Kemudian, ada juga yang membayar sewa tanah yang nilainya lebih dari 2 (Dua) sampai 3 (Tiga) kali lipat harganya sesuai dengan ketentuan Perda, namun diwajibkan lagi untuk membayar sesuai perda agar diterbitkan surat kontrak.
Persoalan inilah yang membuat masyarakat sebagai pelaku usaha, tidak merasa nyaman untuk berusaha di Pasar Omele. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena selalu saja ada tekanan. Apalagi yang datang menagih itu adalah Anggota Satpol PP, ini yang saya katakan birokrasi ambur Adul karena mereka yang ditugaskan di Pos Sekuriti di pasar Omele ini semuanya Satpol PP.
Jika memang benar mereka adalah Satpol PP, apakah tugas mereka menagih Retribusi ? kemudian, apakah mereka tidak diberikan gaji dan tunjangan lainnya oleh Pemerintah Daerah sehingga mereka memungut atau menagih uang Pengamanan lagi dari Pelaku Usaha ?.
Di tengah pandemi Covid-19 yang hingga kini masih mengganas, mestinya Pemerintah Daerah memberikan dukungan dan perlindungan terhadap usaha - usaha kecil masyarakat, bukan menghancurkan tempat usaha masyarakat. Apalagi sepanjang ini saya dan keluarga tidak pernah di berikan bantuan sosial COVID-19 dari pemerintah pusat maupun di daerah. untuk menyambung hidup keluarga, kami hanya mengandalkan usaha kecil yang telah di Bongkar Paksa oleh Pemerintah Daerah".
"Perbuatan yang merugikan daerah dan masyarakat serta perbuatan yang melanggar hukum, mestinya mendapat perhatian serius dari Pemerintah Daerah dan aparat Penegak Hukum di KKT, untuk menindak tegas pelaku-pelaku kejahatan dimaksud bukan membiarkan dan merugikan pelaku usaha kecil di Tanimbar", Katanya.
Pembuktian atas praktek dugaan pungutan liar (Pungli) tersebut, Etus Batkunde yang juga dalam kapasitasnya sebagai anggota LP KPK (Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan) di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), "Informasi tersebut telah disampaikan melalui pemberitaan dan sesungguhnya telah membantu Pemerintah Daerah dan Aparat Penegak Hukum, tinggal saja ditindaklanjuti, apakah kita harus suap lagi ?" Ungkap Batkunde dengan penuh kesal.
"Untuk mengungkap dugaan kasus Pungutan liar (Pungli) tersebut, pihak DPRD dalam kewenangannya harus menghadirkan mitranya melalui Dinas Teknis (Disperindag, Badan Pendapatan Daerah dan Satpol PP), untuk melakukan on the spoot ke Pasar Omele untuk menanyakan langsung ke setiap pengguna tanah maupun bilik bangunan milik Pemda. Sekaligus meminta bukti pembayaran retribusi daerah beserta surat kontraknya dan jika ada pelaku usaha yang belum memilikinya maka, wajib untuk diperintahkan agar meninggalkan tempat usaha," Harapnya.
Terhadap dugaan pengrusakan dan pungutan liar yang terjadi di Pasar Omele, ketika dikonfirmasi media ini Marfin Fenanlampir mengatakan, "Selama menjalankan tugas sebagai Pimpinan di Pasar Omele (Kepala Pasar), sejauh ini tidak pernah dilakukan pungutan liar oleh saya kepada pelaku usaha di Pasar Omele dan juga bawahan saya serta Satpol PP. pada prinsipnya, pelaku usaha wajib dan harus patuh terdapat peraturan daerah (Perda) soal pembongkaran untuk bilik usaha milik masyarakat, bahwa bangunan yang ada di pasar omele harus memiliki ijin lengkap. dengan demikian bangunan milik Saudara Etus Batkunde di bongkar karena tidak memiliki ijin", Katanya. (NFB)