Advocat sunoko,SH (foto/doc.JI) |
Cirebon,Jurnal Investigasi.com - Polemik Perpres 104 tahun 2021 pada pasal 5 ayat 4 terkait peruntukan dana desa tahun anggaran 2022 menuai tanggapan dari para pemerhati kebijakan publik,
Ramai nya informasi tentang gerakan kepala desa yang bernaung di dalam APDESI (asosiasi pemerintahan desa seluruh indonesia) terkait aksi damai di istana merdeka menjadi pemberitaan yang di perhatikan publik.
Advocat Sunoko,SH aktivis pemerhati kebijakan publik sekaligus pemimpin redaksi media jurnal investigasi.com dan JITV menilai bahwa pasal 5 ayat 4 terkait poin a dan b berpotensi menjadi polemik di kalangan masyarakat desa
Kembali muncul nya peruntukan dana desa untuk BLT (bantuan langsung tunai) paling sedikit 40 persen dari anggaran dana desa menurut sunoko menjadi kebijakan yang mengintervensi kewenangan pemerintah desa, karena pemerintah desa mempunyai undang- undang desa no 6 tahun 2014.
" Pemerintah desa itu punya undang undang sendiri dalam menyelanggarakan pemerintahan nya, dimana dalam pasal 26 undang undang no 6 tahun 2014 tentang desa mengatur apa saja yang menjadi kewenangan pemerintahan desa terkait pengelolaan anggaran, yaitu menyelanggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa " ungkap Sunoko yang juga berprofesi sebagai advocat pada selasa, (14/12) kepada jurnal investigasi melalui sambungan telepon.
Masih kata dia, peraturan presiden itu tidak mengikat karena merupakan kebijakan dan masih bisa di evaluasi atau di revisi sedangkan undang undang itu mengikat dan tidak bisa di rubah.
" dalam kacamata hukum peraturan presiden itu tidak mengikat karena sebuah kebijakan dari eksekutif berbeda dengan undang undang yang murni produk hukum dari legislatif, jadi jika PERPRES bertentangan dengan undang undang ya sepatut nya di revisi " tambah sunoko
sebelum nya ramai penolakan dari kepala desa terkait pasal 5 ayat 4 perpres no 104 tahun 2021 terkait peruntukan dana desa, banyak kepala desa menyayangkan adanya penetapan persentase dalam peruntukan tersebut mengingat yang lebih paham data dan fakta di masyarakat adalah kepala desa nya, dengan adanya BLT kembali dengan paling sedikit pemerintah desa menganggarkan 40 persen dari dana desa yang di terima membuat pemerintah desa pusing dengan penyerapan nya, di ketahui tahun lalu saja terjadi temuan BPK (badan pemeriksa keuangan) terkait BLT dana desa yang di terima perangkat desa dan PNS (pegawai negeri sipil) hal tersebut terjad karena warga yang memenuhi kriteria sudah pernah menerima, sedangkan anggaran harus di serap.
Kepala desa berharap sebelum peraturan menteri keuangan dan peraturan kementrian desa turun, perpres tersebut masih bisa di revisi oleh presiden jokowi yang di jabarkan dalam peraturan kementrian, jika tidak ada perubahan maka tahun depan nyaris tidak akan ada pembangunan di desa, yang ada adalah
" kementrian sosial pindah" ke pemerintah desa (Red*)