Cirebon,Jurnal Investigasi.com -Haris adalah anak dari almarhum Tamina sebagai pasien Rumah sakit Mitra Plumbon yang divonis meninggal karena covid-19, Setelah pulang dari rumah sakit sekaligus se usai prosesi penguburan almarhum, Dirinya merasakan ada kejanggalan. Yakni terkait pembelian salah satu jenis obat seharga Rp,- 13 juta lebih. Namun di kwitansi pembayaran tersebut tertera untuk pembiyayaan perawatan bukam kwitansi pembayaran obat. Dan dalam sepengetahuhannya jika pasien covid semua pembiyayaannya di tanggung oleh pemerintah. Dengan rasa kepanikan saat itu Haris meng iyakan saja menanda tangani surat pernyataan yang diberikan oleh pihak rumah sakit Mitra Plumbon Kabupaten Cirebon Jawa barat. Yang terfikirkan dirinya berharap bapaknya dapat sembuh dengan obat tersebut |
Namun takdir mengatakan lain, yakni Tamina meninggal dunia. Demikian unek-unek Haris yang di adukan kepada M. Juanda selaku ketua PWRI Perwakilan Ciayumajakuning di kantor PWRI Minggu yang lalu.
Korban(tengah) Di dampingi Kuasa hukum |
Kemudian pada hari Senin (23/08/21) M. Juanda bersama Sunoko. SH,MH divisi hukumnya menyambangi RS Mitra Plumbon guna klarifikasi permasalahan atas pembiyayaan yang dinilai sangat janggal. Namun sesampainya di RS MITRA PUMBON untuk menemui Direktur (managemen atau kehumasan) keduanya ditolak oleh pihak RS dengan berbagai alasan. Wal hasil keduanya bertemu dengan Wadir dan Kehumasan saat Haris anak almarhum Tamina dihadirkan.
Menurut Sunoko. SH,MH seusai menemui pihak RS. MITRA PLUMBON yang didampingi M. Juanda bersama Aris, “Atas kesimpangsiuran informasi terkait pembayaran senilai Rp,- 13.8395000. tersebut, untuk pembelian jenis obat covid(actemra) bila mana pasien tesebut dinyatakan kritis.demikian penjelasan pihak managemen rumah sakit. Dan pihak rumah sakit juga menjelaskan bila mana kwitansi yang tertera untuk perawatan mau ditukar dengan kwitansi pembelian obat bisa saja, asalkan kwitansi asli bea perawatan dibawa(ada) tidak foto copy an.” Demikian penyampaian pihak RS MITRA PLUMBON melalui Sunoko. SH,MH.
Lanjut Sunoko. SH,MH, Yang lebih mencengangkan lagi bahwasanya obat yang harus di beli tersebut adalah jenis obat covid (actemra)yang tidak tercover atau tidak termasuk yang direkomendasikan oleh Kemenkes.(tidak termasuk yang digratiskan). Padahal sudah jelas-jelas Pemerintah melalui undang-undang bahwa pembiyayaan pasien covid-19 fiur (100%) ditanggung oleh Pemerintah. Tapi itupun saya masih belum memahami terkait obat actemra atau SOP rumah sakit MITRA PLUMBON seperti apa. Yang jelas saya selaku divisi hukum PWRI akan terus mendampingi pihak keluarga pasien(Haris) hingga tuntas. Agar kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Pungkasnya.
M. Juanda menambahkan, Dalam khasus rumah sakit yang dialami Aris ini jelas penuh kejanggalan. Dinilai nampak sekali dugaan rekayasanya yang dilakukan pihak rumah sakit. Toh semestinya keluarga pasien sebelum meninggalkan rumah sakit kwitansinya sudah di ganti sebagai mestinya. Lah sekarang setelah diklarifikasi pihak rumah sakit mengatakan kwitansi pembelian obat covid tersebut ada. Jika mau ditukar asal kwitansi bea perawatan dikembalikan. Artinya pihak rumah sakit MITRA PLUMBON ini kuat sekali dugaan rekayasanya. Kalaulah memang uang senilai hampir 14 juta dipergunakan pembelian obat covid (actemra) . Waow sangat fantastik sekali harganya. Sementara menurut informasi yang saya dapat, harga obat tersebut tidak semahal itu. Melainkan hanya seharga 5 jutaan. Kata M. Juanda ketua PWRI sewilayah Ciayumajakuning.
Sementara menurut Aris, sudah barang tentu saya penasaran karena merasa tidak puas atas apa yang dilakukan pihak rumah sakit terhadap saya. Sebab bagi saya uang senilai hampir Rp,-14 juta tersebut sangat besar, saya ini orang yang tergolong miskin. Oleh karena itu saya akan terus minta keadilan kepada siapapun selain kepada PWRI. Terkait harga obat yang begitu mahal, kala itu memang saya nunut saja di suruh menanda tangani surat pernyataan pembelian obat, karena saat itu saya sedang panik. Yang ada dalam fikiran saya hanya dengan obat tersebut orang tua saya dapat sembuh. Artinya saya tidak menyesali takdir orangtua saya meninggal. Melainkan yang saya sesalkan adalah harga obat yang melambung tinggi. keluhnya (Red*)